Entong Gendut, Pemimpin Pemberontakan Petani dari Condet

Napak Tilas Jakarta (15)

Entong Gendut, Pemimpin Pemberontakan Petani dari Condet

- detikNews
Jumat, 21 Jun 2013 10:19 WIB
Entong Gendut. (Ilustrasi)
Jakarta - Menyambut HUT Jakarta ke-486 pada 22 Juni, detikcom mencoba menapaktilasi tokoh-tokoh yang jadi buah bibir pada Jakarta tempo dulu. Membela kaum tertindas, melawan penjajah nyaris dengan tangan kosong, dengan bela diri atau diplomasi, mereka ini layaklah diulas. Mari menyusuri jejak mereka.

Entong Gendut menjadi salah satu tokoh Betawi yang melawan tirani kolonial Belanda, tepatnya di kawasan Condet, Jakarta Timur. Tuan tanah yang menguasai tanah partikelir menarik pajak pada petani. Bila tak bisa membayar pajak, harta benda petani akan disita. Pemberontakan pun dimulai.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut sejarawan UI Siswantari, Entong Gendut memang tercatat dalam buku-buku sejarah Jakarta.

"Catatan mengenai Entong Gendut lebih banyak daripada catatan mengenai Si Pitung. Dia itu memimpin perjuangan para petani," demikian kata dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI ketika ditemui di kantornya, Kamis (13/6/2013).

Dalam buku 'Sejarah Nasional Indonesia IV' yang ditulis dan disusun Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, kiprah Entong Gendut terjadi sekitar April-Mei 1916. Mundur ke belakang, tahun 1912, kawasan Condet saat itu masih bernama Tanjong Oost, tanah-tanah dikuasai tuan tanah, tanah partikelir. Ada ketegangan antara petani dan tuan tanah.

Mulai ada peraturan di mana tuan tanah melakukan pengadilan pada para petani yang tak dapat membayar pajak. Singkat kata, bila petani tak dapat membayar pajak, harta bendanya akan disita oleh tuan tanah.

Dalam kurun tahun 1912-1915, ada sekitar 2.800 kasus pengadilan pada petani karena tak dapat membayar pajak. Akibatnya, banyak petani mengalami kebangkrutan karena harta benda miliknya dijual, disita atau dibakar. Lama kelamaan, hal ini menimbulkan dendam dan benci petani pada tuan tanah.

Aksi berontak pertama terjadi pada 14 Mei 1916, di mana para warga berkumpul di depan rumah kepala kampung setempat karena dinilai mengabdi pada tuan tanah. Namun aksi itu tak sampai menjadi rusuh. Nah, Entong Gendut ada dalam gerombolan warga yang berkumpul itu.

Setelah itu para petani dan warga di Batu Ampar memasuki perkumpulan bela diri untuk mencegah eksekusi pengadilan yang menyita harta petani. Pemimpinnya, menurut laporan adalah Entong Gendut, Maliki dan Modin. Ketiganya dari Batu Ampar.

Pada 5 April 1916, Entong Gendut memimpin segerombolan orang-orang yang berkerumun di Villa Nova, rumah Lady Rollinson. Lady Rollinson sendiri adalah pemilik tanah partikelir di Cililitan Besar. Saat itu di Villa Nova sedang ada pertunjukan tari topeng, dan gerombolan Entong Gendut berteriak membubarkan orang-orang yang sedang menonton supaya pulang ke rumah. Gerombolan Entong Gendut bubar tanpa meninggalkan kerusuhan.

Akibat perbuatannya, Entong Gendut didatangi Asisten Wedana dan Mantri Polisi. Entong Gendut berdebat dengan Wedana dan Polisi itu hingga kemudian anak buahnya mengepung.

Pada 9 dan 10 April 1916, Wedana datang kembali di rumah Entong Gendut untuk menangkapnya. Entong Gendung tak mau keluar, hingga akhirnya Entong Gendut menampakkan diri sambil membawa benda panjang yang dibungkus kain putih, mungkin tombak, keris berbendera merah dengan sabit putih. Dengan suara lantang Entong Gendut mengatakan dirinya tak takut pada hukum atau Belanda.

Dengan sekejap gerombolan Entong Gendut keluar dari semak-semak, mengepung petugas pemerintah Belanda. Wedana tertangkap dan ditawan.

Tidak lama kemudian bantuan datang dari Asisten Residen untuk menyelamatkan Wedana. Anak buah Entong Gendut pun berteriak, "Sabilillah tidak takut!".

Duel antara kepanjangan tangan Belanda dengan anak buah Entong Gendut, yang mengandalkan silat, terjadi. Duel ini berakhir dengan Entong Gendut tertembak hingga meninggal karena terluka parah.



Versi berbeda terdapat dalam buku 'Betawi, Queen of The East' yang ditulis wartawan senior pemerhati sejarah, Alwi Shahab. Dalam bukunya, Alwi menuliskan pemberontakan Entong Gendut di depan Villa Nova, rumah Lady Rollinson, pada 5 April 1916 berakhir dengan Entong Gendut tertembus peluru, malam itu juga.

(rmd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads