Mengintip Proses Pengolahan Briket Ala Tanah Lot Bali

Mengintip Proses Pengolahan Briket Ala Tanah Lot Bali

- detikNews
Minggu, 16 Jun 2013 06:52 WIB
(Foto: Bilkis/detiknews)
Bali - Kelapa muda tidak hanya segar disantap saat panas terik. Batok kelapanya pun dapat disulap menjadi bahan bakar yang kualitasnya lebih baik daripada arang.

Detikcom bersama beberapa perwakilan forum pemred, berkesempatan melihat langsung pabrik mini pembuatan briket hasil olahan dari sampah batok kelapa muda di objek wisata Tanah Lot, Tabanan, Bali, Sabtu (15/6/2013).

"Objek wisata pasti akan selalu menghasilkan sampah dalam jumlah yang besar. Di Bali, memang dikhususkan untuk pengolahan batok kelapa karena produksi batok kelapa sangat besar di sini," kata Dirut PT Aqua Golden Missisipi, Parmaningsih Hadinegoro, menceritakan mengenai 'pabrik mini' kelompok Gemaripah di Bali, .

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelompok Gemaripah langsung diketuai oleh kepala bagian kebersihan Tanah Lot, I Made Sulindera. Para pesertanya diambil dari staf pertamanan dan kebersihan.

Pabriknya memang masih mini, hanya berukuran 4x2 meter yang diisi dengan mesin berskala kecil dan 3 karung briket yang telah siap pakai. Untuk satu kali produksi, hanya dijalankan oleh 4 orang personel. Setiap personil hanya dijadwal masuk produksi sekali dalam seminggu. Ini menjadi salah satu strategi agar ke 45 orang itupun masih dapat menjalankan tugasnya membersihkan daerah tanah Lot.

Alatnya pun masih tergolong kecil. Hanya terlihat 1 alat penghancur serat kelapa, 11 alat untuk mempress adonan dan oven pembakar. Selain itu juga ada beberapa ember, kompor gas dan 2 keranjang sampah kelapa muda. Untuk mencampur adonan, dipilih cara manual, yakni mencampurnya menggunakan tangan dengan takaran 1:1 antara serat kelapa muda dan serbuk gergaji. Sebagai pelekat, digunakan kanji dengan takaran 220 ml untuk 1 kg adonan.

Proses diawali dengan penghancuran batok kelapa muda dengan menggunakan mesin penghancur. Terkadang dibutuhkan sampai empat kali penghancuran agar serat kelapanya dapat terpotong hingga layak produksi.

"Untuk hancurkan batok kelapanya, tidak cukup hanya 1 kali. Biasanya harus kita ulang sampai empat kali. Itupun masih juga belum halus betul," tutur I Made Sulindera.

Selanjutnya adonan itu akan dicampur dalam sebuah baskom bersama dengan serbuk gergaji dan air kanji. Pada proses ini, persis seperti saat membuat adonan kue. Menurut Made, kelebihan dari pencampuran manual, bisa dirasakan sendiri apakah adonan tersebut sudah tercampur rata atau belum.

Setelah selesai mencampur, selanjutnya proses pencetakan dalam alat cetak berbentuk lingkaran dengan berdiameter kurang lebih 7 cm dan tebal 2 cm. Setelah dimasukkan ke dalam cetakan, adonan kemudian dipres untuk memadatkan dan mengurangi kadar air yang masih ada.

"Untuk sekali pres, bisa 4 cetak yang jadi," terang Made.

Setelah dipadatkan, briket setengah jadi tesebut ditata dengan rapi diatas sebuah loyang berukuran 1x1 meter yang alasnya sengaja dibuat berpori (alias bolong-bolong) agar memudahkan pengeringannya.

Proses selanjutnya, yakni proses pengeringan yang dilakukan secara manual dengan bantuan sinar matahari. Loyang berisi briket tersebut tinggal diletakkan saja di halaman depan pabrik. Kalau matahari sedang terik, maka hanya memerlukan waktu 2 hari untuk mengeringkan briket tersebut. Namun, bila cuaca sedang mendung, dibutuhkan oven pembakar untuk mempercepat pengeringan.

"Kami memang lebih memilih panas matahari. Karena, jika menggunakan oven, kadang malah pecah-pecah. Setelah kami uji hasilnya seperti itu, sampai sekarang kami tidak pernah memakai oven kecuali kepepet," terang Made.

Sekilas memang nampak tak jauh beda briket yang dikeringkan dengan oven dan hasil pengeringan matahari. Hanya saja, jika dipegang maka tekstur pengeringan matahari sedikit lebih padat daripada oven.

"Setelah kering, kita rapikan sabuk yang masih panjang agar bentuknya jelas dan rapi," lanjut Made.

Untuk keseluruhan proses mulai dari penghancuran hingga pengeringan, membutuhkan waktu sekitar 4 hari.

Saat ini, briket buatan kelompoh Gemaripah dijadikan bahan pengganti arang untuk berbagai proses pembakaran makanan. Alasannya? Ekonomis. Satu briket dapat dipakai hingga setengah jam lebih lama dibandingkan dengan arang.

Para karyawan disana pun melakukan demo pembakaran ikan kakap dengan menggunakan arang dan briket. Hasilnya terlihat memang, dengan perlakukan yang sama, penggunaan briket membuat ikan lebih cepat matang dengan warna kulit tidak sehitam yang menggunakan arang. Soal rasa? Ikan pembakaran briket jauh lebih gurih.

Walaupun belum dipasarkan, tetapi mereka sudah mendapatkan penawaran dari persatuan hotel dan restoran se Bali untuk memasok briketnya sebagai pengganti arang. Selain untuk pihak Universitas Warnadewa tetap menganalisis agar dapat meningkatkan nilai guna dan jual dari briket ini.

"Kami masih meneliti untuk dijadikan aroma terapi dan beberapa fungsi lainnya," ujar salah satu perwakilan Universitas Warmadewa, I Gusti Bagus Udayana.

(trq/trq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads