Pengelola Tanah Lot, Ketut Toya Adnyana mengatakan bertambahnya pengunjung berimbas juga pada bertambahnya produksi sampah.
"Sehari-hari kami menerima kunjungannya sebesar 7 ribu sampai 8 ribu setiap harinya. Pada liburan, angka tersebut bisa mencapai 100% meningkat. Ini berpengaruh pada kebersihan kawasan," terang Ketut saat ditemui di Tanah Lot, Tabanan, Bali, Sabtu (15/6/2013)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika berkunjung ke Tanah Lot Bali pagi hari akan terlihat pemadangan beragam, mulai dari kedai pedagang yang masih tertutup terpal. Beberapa penjual baju khas corak Bali tampak menjajakan dagangannya. Sekitar 20 anak berpakaian serba putih dengan saput (sarung) dan udeng (penutup kepala) berwarna putih, mereka terlihat bersiap-siap untuk berdoa di Pura.
Kedai penjual es kelapa menjadi incaran para pengunjung untuk melepaskan dahaga. Namun sayang tumpukan sampah batok kelapa terlihat menggunung di samping kedai. Sampah-sampah itu belum diangkut oleh petugas kebersihan.
"Biasanya diambil petugas kebersihan. Kalau tidak, ya mereka bawa sendiri ke bak sampah besar," kata salah satu pedagang souvenir, Widi (30).
Kondisi tersebut memang cukup berbeda dengan kawasan dalam Tanah Lot di dekat Pura.Meskipun masih pagi, pemandangannya lebih bersih. Hanya ada beberapa sampah daun kering dan bungkus makanan di atas rumput. Tak lupa, tempat sampah dua warna, hijau dan kuning diletakkan di beberapa sudut taman menuju lokasi Pura Luhur Tanah Lot.
Beberapa turis domestik maupun manca negara mulai ramai berpotret di depan pura yang menjadi ikon pulau dewata itu. Di selasar pura Batu Bolong, tersapat 10 sesajen yang diletakkan di depan gapura.
Untuk menanggulangi penumpukan sampah, pengelola Tanah Lot mengerahkan 40 petugas sejak pukul 08.00 WITA untuk melakukan pembersihan secara berkala.
"Kita ada program Jumat bersih, semua staff harus membersihkan. Tidak bisa ditawar-tawar. Dimulai pagi, bekerja 06.00 selama seharian," ucap Ketut.
(slm/slm)