Kisahnya bermula pada saat Brigjen Anton Bahrul Alam yang menjadi Kapolda Jatim mengimbau polwan di wilayah tanggung jawabnya mengenakan jilbab. Alasan Anton saat itu supaya para wanita menutup aurat mereka.
"Ini kan mengajak ke jalan yang benar. Dengan memakai jilbab, berarti menutup aurat seorang wanita. Tapi ini bukan paksaan, terserah dengan keputusan mereka," kata Kapolda yang dikenal agamis ini saat keluar dari ruangannya di Mapolda Jatim, Rabu (4/3/2009).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang disampaikan Brigjen Pol Anton Bachrul Alam bahwa Polwan yang ada di jajaran Polda Jatim diimbau menggunakan jilbab sah-sah saja," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira, Kamis (5/3/2009).
Pada tahun 2009 seharusnya Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 yang 'melarang' Polwan berjilbab masih berlaku. Cukup membingungkan karena kala itu Mabes Polri mengatakan Polwan tidak dilarang berjilbab yang kondisinya berbeda dengan saat ini.
"Tidak boleh melanggar aturan pakaian," kata Wakapolri Komjen Nanan Sukarna pada 7 Juni 2013.
Bahkan konsekuensi tegas pun sudah menanti Polwan yang mau berjilbab. Pilih pensiun dini atau diberhentikan dari kesatuan.
"Kalau keberatan, kita serahkan kepada yang bersangkutan, pensiun atau memilih tidak menjadi Polwan," tegas jenderal pecinta moge ini di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jl Jakarta Selatan.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo sudah menanggapi polemik ini dengan mengatakan peraturan itu bisa diubah. Tetapi kenapa tahun 2009 lalu Polri mengizinkan Polwan berjilbab? Kapolri belum sempat menjawabnya karena terburu-buru.
"Saya kira itu ketentuan. Dan ketentuannya masih sepeti itu," kata Timur usai menghadiri acara Forum Pemred di Nusa Dua, Bali, Jumat (14/6/2013).
(gah/nrl)