"Majikan saya jahat. Jadi saya pergi," terang Erha saat ditemui di antrean di depan KJRI Jeddah, Arab Saudi, Rabu (12/6/2013).
Erha sempat harap-harap cemas. Tak ada identitas yang dia kantungi ketika mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Surat sakti SPLP ini diperlukan untuk memperoleh amnesti dari Saudi, agar bisa pulang Indonesia tanpa didenda dam dihukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah Erha ini tak jauh berbeda dengan para WNI lainnya. Siti Fadila, Titin, atau juga Julaeha yang berharap 'kartu sakti' itu bisa memberi kebebasan. Mereka pun rela antre dari jam 3 pagi. Biaya 20 riyal disiapkan untuk biaya pengurusan dokumen sesuai ketentuan.
"Saya sudah 10 tahun di sini. Kangen sama anak, mau pulang nggak ada dokumen," imbuh Julaeha (50).
Rata-rata para WNI yang bekerja di rumah tangga ini sudah kehilangan paspor. Ketika pertama kali bekerja, paspor mereka ditahan majikan. Nah, saat kabur itu paspor mereka pun tak terbawa.
Para WNI ini ada yang dikirim dengan PJTKI, ada juga yang bermodus jamaah umroh. Alhasil ketika mereka ingin pulang, paspor tak ada atau paspor overstay sehingga tak bisa kekuar dari Saudi. Persoalan urusan WNI tak berpaspor ini memang cukup pelik.
Wamen Denny Indrayana sempat berdialog dengan para WNI. Di terik panas 42 derajat celcius, Denny meminta agar para WNI antre dengan tertib. Pemerintah memberikan pelayanan secara maksimal agar para WNI bisa pulang.
Denny Tak memungkiri, urusan paspor ini ada persoalan lain yang mengemuka. "Ada persoalan di hulu," tutup Denny.
(ndr/lh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini