"Kita sikapi penambahaan jumlah loket di KJRI kita di Jeddah dan Riyadh. Sebagai bagian peningkatan penyerapan perwakilan, mewang loket telah ditambah. Seperti di Jeddah semula loket 6 sekarang jadi 24," kata Menlu Marty Natalegawa.
Hal tersebut dia sampaikan saat jumpa pers terkait rusuh di KJRI Jeddah di Kantor Kemenkopolhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Selasa (11/6/2013). Hadir juga dalam acara itu, Menkopolhukam Djoko Suyanto dan Menakertrans Muhaimin Iskandar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita akan terus tingkatkan perwakilan kita. Sebelum penetapan amnesti jumlah staf kita 15 orang dan 70 orang local staff. Menjelang amnesti ditambah, yang tadi 15 home staff ditambah 34 staf perbantuan dari Jakarta," jelasnya.
Marty berharap, penambahan ini bisa membantu penyelesaian administrasi keimigrasian sekitar 5.000 WNI per hari di Jeddah. Peluang terjadinya kericuhan pun bisa diminimalisir.
"Memang kemarin terjadi lonjakan 12.000 orang, sekarang sudah ada penambahan jumlah aparat keamanan Saudi dari 30 menjadi 100 orang. Dan luas KJRI steril itu sekarang 200 meter. Memang cuaca di sana juga tidak kondusif bisa sampai 50 derajat Celcius," paparnya.
Kerusuhan di KJRI Jeddah terjadi ketika TKI yang hendak mengurus surat pengganti laksana paspor (SPLP) mengamuk lantaran loket tiket yang harusnya dibuka pukul 15.00 waktu setempat tak kunjung dibuka. Sejumlah TKI yang mulanya mengantre rapi mulai membakar pembatas antrean dan melempari kantor KJRI dengan batu.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, menduga ada provokator yang menyulut emosi para TKI overstayer. Provokator itu menyebarkan informasi bahwa hari Minggu (9/6) menjadi hari terakhir pengurusan SPLP.
Padahal sesuai jadwal, pengurusan akan berakhir 3 Juli mendatang. Pengurusan SPLP ini terkait dengan Amnesti yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi agar para pekerja mengurus dokumen izin kerja atau segera pergi dari Arab Saudi sebelum tenggat waktu yang ditentukan.
(mad/nrl)