Saat ini kerangka hukum baru untuk pengendalian perubahan iklim yang akan diadopsi pada tahun 2015 dan dilaksanakan mulai tahun 2020 sedang dibahas oleh negara-negara pihak penandatangan Konvensi PBB pada UN Climate Change Conference (Konferensi Perubahan Iklim PBB) di Bonn, Jerman (3-14 Juni 2013).
Agenda lainnya yang dibahas negara-negara pihak adalah bagaimana meningkatkan aksi pengurangan emisi (mitigasi) dan adaptasi terhadap dampak buruk perubahan iklim, demikian disampaikan Delegasi RI kepada detikcom, Jumat (7/6/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait kedua isu tersebut, Indonesia menekankan bahwa upaya peningkatan ambisi di berbagai bidang untuk mengendalikan perubahan iklim sebelum dan sesudah 2020 merupakan suatu kontinum karena apa yang dicapai pada periode sebelum 2020 akan sangat berpengaruh terhadap kondisi setelah 2020.
Berbagai laporan ilmiah telah menjelaskan bahwa sangat mungkin untuk mencegah atau setidaknya meminimalisasi terjadinya peningkatan pemanasan global dengan meningkatkan aksi pengurangan emisi di berbagai bidang, termasuk efisiensi energi, perhubungan, pembangkitan listrik, dan pertanian.
"Indonesia meminta agar laporan tersebut merinci negara mana perlu melakukan aksi apa dengan mempertimbangkan bahwa tanggung jawab antara negara maju dan negara berkembang berbeda. Indonesia selalu menekankan bahwa negara industri maju perlu berperan lebih banyak. Indonesia harus meningkatkan ambisinya dan melakukan aksi nyata dan segera," ujar Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman Dr Eddy Pratomo, yang bertindak sebagai Ketua Delegasi RI pada pertemuan Bonn ini.
Dalam rangkaian perundingan perubahan iklim di UNFCCC, Delegasi RI menjelaskan berbagai upaya yang telah dilakukan Indonesia sebagai negara berkembang untuk ikut berkontribusi terhadap upaya pengendalian perubahan iklim.
Mulai dari penetapan target dan penyusunan rencana aksi nasional untuk pengurangan emisi, mengembangkan strategi dan program adaptasi, hingga implementasi yang melibatkan pemerintah nasional, pemerintah daerah, sektor swasta dan komponen masyarakat.
"Dalam berbagai pernyataan, Indonesia menyampaikan bahwa berbagai upaya tersebut bukan hal mudah, baik secara politik maupun keterbatasan anggaran dan kapasitas kita. Namun Indonesia menegaskan bahwa komitmen nasional sangat kuat dan hal tersebut perlu diakui dan mendapatkan dukungan internasional dalam bentuk pendanaan dan teknologi," imbuh Dubes.
Selain membahas kerangka hukum dan kerja untuk pengendalian perubahan iklim periode sebelum dan sesudah 2020, konferensi PBB di Bonn kali ini mencakup persidangan untuk dua badan subsidernya, yaitu Badan Subsider untuk Implementasi (SBI) dan Badan Subsider untuk Rekomendasi Ilmiah dan Teknis (SBSTA).
Hasil dari pertemuan di Bonn ini diharapkan akan memberikan dasar kuat dalam pertemuan berikutnya, yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi UNFCCC, yaitu Konferensi Para Pihak UNFCCC/Kyoto Protocol ke-19 (COP19/CMP9) di Warsawa, Polandia pada 11-22 November yang akan datang.
(es/es)