Apakah Incognito Soeharto Ditiru Jokowi?

Apakah Incognito Soeharto Ditiru Jokowi?

- detikNews
Rabu, 05 Jun 2013 15:47 WIB
Soeharto (Ari S/ detikcom)
Jakarta - Effendi Ghazali melepas pertanyaan dalam bedah buku 'Incognito Pak Harto, Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya'. Effendi mengkaitkan incognito alias perjalanan diam-diam dengan blusukan ala Gubernur DKI Jokowi di era sekarang.

"Apa incognito Pak Harto diikuti Pak Jokowi dengan gaya blusukan?" tanya Effendi dalam bedah buku di Gedung Granadi, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (5/6/2013).

Bagi Effendi yang dulu pernah menentang kepemimpinan Presiden Soeharto, incognito merupakan cara memperkenalkan diri seorang presiden pada rakyatnya. Ini karena di era tahun 1970, seperti yang terekan di buku itu, media massa belum segencar sekarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada cerita dalam buku ini, Pak Harto ketemu orang yang tidak kenal presidennya. 'Anda kenal saya nggak?,' kata Pak Harto. Terus karena nggak kenal, Pak Harto memperkenalkan diri," kata Effendi.

Pak Harto tidak benar-benar 'menyamar' seperti arti kata 'incognito' secara harfiah. Tapi Pak Harto tampil menunjukkan dirinya sebagai seorang Presiden.

"Tapi Pak Harto tidak betul-betul menyamar seperti Bung Karno yang menemui rakyatnya. Pak Harto tetap mengenakan baju safari. Ini adalah komunikasi politik, karena pada zaman dulu media tidak segencar sekarang. Pak Harto sadar betul banyak orang yang tak kenal dirinya," sambung sang penulis buku, Mahpudi.

Di sisi lain, Jokowi di era kini tak perlu memperkenalkan diri di masyarakat lewat bluksukkan. Incognito masa kini adalah untuk menyerap permasalahan masyarakat guna menemukan solusinya.

"Blusukan itu kan artinya tersesat. Sengaja membuat dirinya tersesat untuk mengetahui sesuatu. Ahmadinejad juga melakukan hal yang sama. Apakah itu akan selalu berhasil? Harus ada sistemnya dulu. Jangan ditanya solusi terus jawabannya 'Nanti saja, ini untuk kepentingan rakyat, hehehe..'," tutur Effendi sambil menirukan gaya tertawa, entah siapa yang dia tirukan.

Mahpudi, si penulis buku, menolak menyamakan incognito dengan blusukkan. Menurutnya, incognito bersifat lebih sistemik. Apalagi saat itu sudah dirancang Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan GBHN.

"Saya tidak bicara tentang blusukan, karena incognito sifatnya lebih sistemik," tegas Mahpudi.

Dikisahkan, Soeharto melakukan incognito ke berbagai pelosok tempat di Pulau Jawa, bahkan hingga Bali. Soeharto datang menemui petani, pengrajin tembakau, memberi pidato di berbagai pesantren, dan berkomunikasi dengan warga.

(dnu/gah)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads