Hal itu disampaikan Dubes pertama Aljazair untuk Indonesa, Demanglatrus, saat menjadi pembicara pada seminar internasional untuk memperingati 50 Tahun Hubungan Diplomatik RI-Aljazair di Gedung Arsip Nasional Aljazair (2/6/2013).
"Salah satu peran besar itu adalah tindakan pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno mengundang delegasi Aljazair untuk ikut dalam Konfrensi Asia-Afrika di Bandung, yang kemudian membuahkan kemerdekaan Aljazair," ujar Demanglatrus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demanglatrus juga mengakui peran tokoh-tokoh Indonesia dalam masa revolusi Aljazair sampai merdeka dan selanjutnya mengutus dia sebagai Dubes pertama Aljazair untuk Indonesia.
Oleh karena itu, imbuh Demanglatrus, sudah saatnya Aljazair menjadikan Indonesia sebagai negara mitra yang strategis dan produktif dalam kerjasama di berbagai bidang.
"Selain bidang politik yang sudah berjalan dengan baik, hubungan lebih konkrit di bidang ekonomi dan kebudayaan harus segera diwujudkan," tandas Demanglatrus.
Sementara itu, Dubes Ni'am Salim dalam sambutannya menyampaikan harapan agar kedua bangsa membuat paradigma baru dalam menjaga dan mengawal hubungan yang sudah berumur 50 tahun ini.
"Paradigma itu adalah kerangka diplomatik yang tidak sekadar berbasis pada kebutuhan pragmatis, tetapi juga mengikat diri pada visi yang menjangkau masa depan," papar Dubes.
Lanjut Dubes, visi tersebut misalnya menciptakan iklim internasional yang lebih mensejahterakan, damai dan berkeadilan.
"Dunia saat ini membutuhkan kedamaian dan kesejahteraan. Usaha untuk mewujudkan visi itu dilakukan dengan cara bermartabat dan adil. Untuk itu, Indonesia dan Aljazair harus bersatu dan bersama-sama mengawal agenda besar dan visi masa depan tersebut," demikian Dubes seperti disampaikan Sekretarisnya, Muhammad Nur Hayid.
Direktur Timur Tengah Kemlu RI Febrian A. Ruddyard yang juga menjadi pembicara menginginkan kedua bangsa semakin progresif dalam menciptakan hubungan saling menguntungkan kedua belah pihak.
Hal ini sangat penting karena sejarah kedua bangsa memiliki kesamaan dan cita-cita yang diinginkan juga sama dalam pergaulan dunia internasional.
"Ke depan kedua bangsa dan negara ini harus semakin erat dan produktif. Keduanya saling membutuhkan selain memiliki latar sejarah yang sama, juga sama sama negara besar di kawasan dan berpengaruh," tegas Ruddyard.
Ruddyard juga menyinggung perlunya penguatan soft diplomasi antar kedua negara dengan pelibatan maksimal unsur masyarakat. Sebab, jika hanya mengandalkan negara, akan membutuhkan waktu lama dan panjang.
"Maka, people to people diplomacy harus digalakkan. Negara tinggal mengawal dan memberi dorongan saja," demikian Ruddyard.
Sementara itu, Presiden ICIS KH Hasyim Muzadi dalam paparannya menyampaikan perlunya peran organisasi sosial kemasyarakatan yang kuat dalam membantu meningkatkan hubungan kedua bangsa agar lebih terasa di masyarakat.
"Selain perdagangan dan ekonomi, perlu kiranya hubungan antar masyarakat atau ormas-ormas sosial keagamaan juga dibangun. Untuk konteks Indonesia, NU siap membantu memperkuat hubungan ini," tegas Kiai Hasyim.
Menurut Kiai Hasyim, model NU di Indonesia bisa ditiru oleh Aljazair sebagai upaya untuk menciptakan kesadaran nasional membangun bangsa.
"Sebab dengan menciptakan ruang-ruang kondusif bagi masyarakat untuk berkumpul itulah ide-ide kreatif akan muncul dan bisa berkontribusi untuk bangsa Aljazair," pungkas Kiai Hasyim.
(es/es)