"Beliau tahu tapi beliau menahan saja," ungkap mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafii Maarif dalam acara diskusi buku 'Hamengku Buwono IX: Inspiring Prophetic Leader' di Pagelaran Kraton Yogyakarta, Sabtu (1/6/2013) malam.
Menurut Syafii, Sultan HB IX saat menjadi wakil presiden tahun 1978 memilih bersikap diam ketika mengetahui ada hal yang tidak benar yang dilakukan Soeharto. Dia lebih menjaga stabilitas politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syafii, sosok HB IX adalah seorang yang memiliki pergaulan luas. Tidak mengherankan kalau dia juga dikenal di luar Jawa, selain Bung Karno dan Bung Hatta pada tahun 1950-an.
"Menurut saya kalau pada tahun 1978 Indonesia diserahkan pada beliau pasti lain, Indonesia akan selamat, tidak seperti sekarang ini," kata guru besar Universitas Negeri Yogyakarta itu.
Dia mengatakan HB IX juga lebih mementingkan kesatuan Indonesia agar tidak retak. Dia pertaruhkan segalanya termasuk saat menghadapi Belanda.
"Dia punya karakter yang luar biasa. Seharusnya elit politik mau berkaca pada dia," katanya.
Dalam acara diskusi buku itu juga dihadiri raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama permaisuri GKR Hemas dan putri sulungnya GKR Pembayun.
Selain Syafii beberapa tokoh yang menjadi pembicara adalah sejarawan UGM, Prof Dr Djoko Suryo, pengamat politik Yudi Latif dari Universitas Pancasila dan penulis sekaligus editor buku yang juga mantan direktur RRI, Parni Hadi.
(bgs/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini