"Saya tempeleng itu benar. Tapi saksi saya tempeleng karena dia beberapa hari tidak masuk ke kantor," kata Irjen Djoko di pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (31/5/2013).
Menurut Djoko, Legimo saat itu beralasan tengah berada di tempat lain. Djoko yang saat itu menjabat sebagai Kakorlantas pun bingung mencari bendaharanya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam kesaksiannya, Legimo menceritakan, pada suatu hari di Maret 2011, dia pernah diminta oleh Irjen Djoko untuk jangan pulang terlebih dahulu. "Dul, nanti ada titipan, jangan pulang dulu ya. Jangan diuthik-uthik," ujar Legimo menirukan pernyataan Irjen Djoko, dalam kesaksiaannya di PN Tipikor Jl Rasuna Said, Jumat (15/5/2013).
Namun karena Legimo saat itu hendak pulang cepat, karena istrinya sedang sakit, dia meminta anak buahnya, Sulistiyanto untuk berjaga. Pada sore harinya ada bawahan pemilik PT CMMA, Budi Susanto yang bernama Wahyudi datang membawa kardus berisi uang.
Sulistiyanto mengabarkan hal itu kepada Legimo.Legimo saat itu sudah berada di rumahnya di Bekasi.
"Lalu saya ditelpon oleh Tiwi, asprinya pak Kakor (Irjen Djoko), ditanya soal kardus uang itu. Saya langsung kembali ke kantor," kata Legimo.
Legimo menyatakan begitu dia berkendara dari Bekasi ke kantor Korlantas, dia sempat sampai delapan kali ditelpon oleh Irjen Djoko dan Tiwi, yang sudah tak sabar untuk mengambil kardus uang. Ketika Legimo sampai di Korlantas, Irjen Djoko sudah menunggu di parkiran.
"Langsung saya dimarahi. Saya diminta jungkir. Saya digampar," kata Legimo.
Lantas Legimo segera ke ruangannya untuk mengambil kardus uang yang diserahkan oleh orang suruhan Budi Susanto. Legimo lantas menyerahkan uang itu kepada Irjen Djoko dan Tiwi. Dia tidak tahu berapa jumlah uang tersebut.
"Uang diambil dan dimasukkan ke dalam mobil. Ada dua mobil. Mobil pak Kakor (Irjen Djoko) dan mobil asprinya," kata Legimo. Saat itu ada asisten Irjen Djoko yang lain bernama Wasis dan Supriyanto yang ikut membantu.
Selain uang itu, ada juga penyerahan uang dalam kardus lainnya pada April 2011. Uang juga diserahkan oleh Wahyudi, staf Budi Susanto, pemilik PT CMMA.
"Kalau yang April itu, Wahyudi bilang jumlahnya Rp 4 miliar," kata Legimo.
Jaksa KPK menduga dari total anggaran proyek simulator SIM untuk roda dua dan roda empat pada 2011 sebesar Rp 196 miliar, Rp 144 M di antaranya menguap karena adanya praktek mark up besar-besaran. Dalam suatu tender yang diduga fiktif, PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) terpilih menjadi pemenang untuk menggarap proyek tersebut. Perusahaan itu lantas mensubkontrakkan seluruh perusahaan kepada PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI).
KPK menetapkan mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo, mantan Wakarkorlantas Brigjen Didik Purnomo, pemilik PT CMMA Budi Susanto dan bos PT ITI Sukotjo Bambang menjadi tersangka korupsi terkait proyek tersebut. Dari empat tersangka itu baru Irjen Djoko yang sudah dibawa ke persidangan.
(fjp/lh)