"Kejadiannya memang 2002 lalu tapi sampai sekarang masih membuat saya trauma," kata Budi Setyanto kepada detikcom, Selasa (28/5/2013).
Budi mengatakan, saat itu mobil Peugeot miliknya terlibat tabrakan beruntun sekitar pukul 02.00 WIB di gerbang Cikarang. Saat itu, bus yang ada di depan Budi mengerem mendadak. Kemudian dari belakang ada sebuah truk yang menghantam mobil Budi, sehingga terjadilah tabrakan beruntun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiba-tiba saja ada mobil derek liar menarik mobil Budi yang ringsek tanpa ba bi bu. "Saya sempat bingung mengapa buru-buru dan tak menunggu polisi," katanya.
Budi mengatakan, orang-orang dalam derek liar itu seakan-akan ingin membawa kabur mobil miliknya. Mereka tak peduli dengan barang-barang bawaan yang ada di dalam mobil.
"Mereka tidak peduli saya ikut dengan mereka atau tidak. Naluri saya mengatakan ada yang tidak beres maka saya ngotot naik mobil saya yang ringsek dan duduk di dalam bersama salah satu orang derek liar di belakang kemudi," katanya.
Mobil Budi diderek di bagian ban belakang. Pengemudi derek liar memacu mobil sangat kencang, sekitar 120 km/jam. Sempat tercium bau kopling terbakar dan asap putih juga telihat mengepul, namun para pengendara derek liar itu tak peduli.
"Tercium bau alkohol dari dalam mulut para pengendara derek liar itu. Saya kemudian dibawa ke gerbang tol Pondok Gede lalu saya diperas Rp 2 juta," katanya.
Setelah tawar menawar akhirnya sindikat itu mau diberi uang Rp 600 ribu. Uang itu adalah semua uang yang ada di dompet Budi. "Yang saya bingung orang-orang Jasa Marga sepertinya cuma menonton saja saya diperas. Tidak ada yang mau menolong ataupun inisiatif bertanya. Malah Jasa Marga cuma menawarkan derek lanjutan sampai ke rumah, itu pun dikenakan tarif Rp 400 ribu," katanya.
Budi menyarankan agar saat kecelakaan di tol lebih baik menunggu polisi datang. "Jika ada derek liar menawarkan jasa sebisa mungkin ditolak. Karena mereka bukan mau menolong tapi merampok," katanya.
(nal/nrl)