"Ini ada hati rakyat yang dicuri, yang sebenarnya penghianat bangsa kita. Ketika semua orang mengungsi saya putuskan tidak mengungsi, saat itu saya sudah tinggal di Jakarta. Saya berkumpul dengan keluarga saya putuskan tidak akan keluar dari Indonesia, yang harus keluar adalah mereka yang membuat kerusuhan," tegas Ahok.
Ahok menyampaikan hal itu dalam sambutan di acara jamuan makan siang di Balai Agung, Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (19/5/2013). Jamuan makan siang ini untuk mengenang Tragedi Mei 1998. Beberapa warga keluarga korban Tragedi Mei 1998 hadir dalam jamuan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"1995 saya pernah ingin pindah ke Kanada, tapi tidak diperbolehkan Bapak saya," ujar Ahok yang saat itu ingin keluar dari Indonesia karena keputusasaannya akan kondisi negerinya dan sempat mengalami ketidakadilan.
Di bidang politik, Ahok sering mengalami diskriminasi SARA, terutama soal etnis dan agama.
"Saya sudah 10 tahun di dunia politik, dan politikus itu kalau kalah berdebat program mulai menyerang saya dengan masalah etnis, saya sangat tidak suka itu, tapi sekarang saya sudah mulai belajar," imbuhnya.
Kini saat dirinya menjadi pejabat, Ahok berusaha melakukan apapun juga agar terwujud keadilan sosial dan bisa meningkatkan taraf hidup rakyat miskin.
"Jika kami menjamin tidak akan terjadi kerusuhan lagi, itu bukan wewenang kami. Dengan meminta kewajiban dari para pengembang kita akan bangun 8 tower di Daan Mogot, 9 bulan harus selesai, 45 hektar di Marunda dan kami akan bangun waduk di Marunda. Kami akan bangun kawasan ekonomi. Kami harap tidak ada lagi rakyat miskin yang dimanfaatkan," tegas Ahok.
"Mari kita maafkan, tapi keadilan tetap harus ditegakkan," ajaknya.
Ahok juga mengingat saat Mei 1998, istrinya sedang mengandung dan melahirkan.
"Istri saya juga mengandung anak saya pada Mei 98, makanya saya kasih nama anak saya Nicholas. Saya ingat nama anak saya Nicholas yang artinya memenangkan hati rakyat," imbuhnya.
(nwk/nrl)