Soetandyo: Lebih Baik Membunuh 1 Nyawa Untuk Lindungi Ribuan Orang

Soetandyo: Lebih Baik Membunuh 1 Nyawa Untuk Lindungi Ribuan Orang

- detikNews
Jumat, 17 Mei 2013 08:48 WIB
ilustrasi (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeksekusi mati 3 terpidana pembunuhan berencana Ibrahim, Jurit dan Suryadi. Meski beberapa kalangan menentang hukuman mati, namun pidana mati masih relevan dan tertuang dalam KUHP.

"Ada yang namanya Aliran Utilitarian, aliran ini mendukung hukuman mati," kata profesor emiritus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Soetandyo Wignyosoebroto, saat berbincang dengan detikcom, Jumat (17/5/2013).

Dalam aliran tersebut, hukuman mati dinilai diperlukan karena untuk melindungi orang lain. Sebab dengan masih hidupnya pelaku, maka dapat mengancam masyarakat pada umumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi lebih baik membunuh satu orang untuk melindungi ribuan orang. Lebih baik menyingkirkan satu orang daripada membiarkan hidup tetapi meresahkan masyarakat," papar peraih Yap Thiam Hien Award 2011.

Namun Prof Tandyo memahami ada penolakan-penolakan hukuman mati yang mengatasnamakan hak asasi manusia (HAM). Pertentangan ini telah berlangsung berabad-abad lamanya.

"Itu wajar saja, sudah dari jaman baheula. Di Indonesia masih tertulis dalam Pasal 10 KUHP," cetus Prof Tandyo.

Ibrahim dan Jurit dijatuhi hukuman mati karena melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama terhadap Soleh pada tahun 1997. Selain membunuh, Ibrahim dan Jurit juga memutilasi Soleh. Adapun Suryadi Swabuana alias Edi Kumis alias Dodi bin Sukarno merupakan terpidana pembunuhan dan pencurian di Palembang. Ketiganya telah ditembak mati saat pergantian hari semalam di Pulau Nusakambangan.

(asp/trq)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads