Isah sapaan akrabnya itu mengaku dirinya merupakan anak tunggal dari hasil pernikahan Dr Soetomo dengan ibunya, Musni. Pernikahan itu terjadi setelah istri sebelumnya yang berasal dari Belanda, Everdina Soetomo Bruring, meninggal dunia.
"Ibu saya dinikahi Dr Soetomo pada tahun 1935 saat berumur 13 tahun atau selisih 25 tahun dengan bapak saya (Dr Soetomo)," katanya kepada wartawan di rumahnya di kawasan Jetis Kulon VII Surabaya, Rabu (15/5/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian saya pindah ke Genteng Banjar I nomor 2 setelah bapak meninggal sebelum mengungsi ke Desa Bareng, Jombang, karena perang. Makanya jalan di Desa Bareng diberi nama Jalan Dr Soetomo, karena sebelumnya bapak saya pernah tinggal di Bareng," jelasnya.
Sekitar 1950, Isah bersama ibunya kembali ke Surabaya namun semua harta benda serta surat penting lainnya hilang, termasuk bukti nikah ibunya bersama Dr Soetomo.
Kini Isah yang sudah menempuh jalur hukum dan kalah hingga tingkat Mahkamah Agung oleh Habimono, keponakan Dr Soetomo atau anak dari RA Siti Soendari, saudara terakhir Dr Soetomo.
"Saya tidak punya maksud apa-apa. Ibu dan saya hanya ingin meminta pengakuan jika kami merupakan keluarga sah dari Dr Soetomo," harap Yuswatingsih.
Yuswatingsih juga membeberkan beberapa bukti serta pengakuan saksi yang membenarkan jika ibunya adalah anak semata wayang Dr Soetomo. Keterangan dari Kepala Desa Bareng, Jombang, disimpannya sebagai bukti.
"Kepala desa itu juga mengakui jika Eyang Musni adalah istri dari Dr Soetomo dan dikaruniai seorang anak perempuan yakni ibu saya. Kalau eyang saya bukan istrinya Dr Soetomo kenapa Kartu Keluarga ibu saya (Isah) yang dikeluarkan Pemkot Surabaya dicantumkan nama ayahnya Dr Soetomo," pungkasnya.
(gik/try)