Nuryana menuturkan perjalanan hidup yang nahas ini berawal dari Ade Yumil (22) yang merupakan kawan dekatnya. Ade pun mengajak Nuryana untuk bekerja di pabrik pembuatan panci dan kuali, Tanggerang. Saat itu Ade menjanjikan pekerjaannya enak, dapat makan dan mess (tempat tinggal-red) dengan gaji Rp 600 ribu per bulan selama 6 bulan.
"Katanya, mess dekat mess perempuan. Saya tertarik, saat itu juga diajak ke rumah untuk pamitan ke orang tua kerja di Tangerang," ujar Nuryana sembari menghisap sebatang rokok putih, di kantor Kontras Jl, Borobudur, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini saya dapat kambing 7 orang," kata Nuryana menirukan percakapan Taufik dengan Yuki.
Hingga akhinya perjalanan dari Cianjur-Tangerang berakhir di salah satu tempat yang tidak dikenali oleh dirinya bersama keenam rekan lainnya. Sesampainya di tempat asing itu, ia diturunkan di masjid dekat lokasi pabrik. Saat itu ia melihat Taufik sedang berbicara dengan mandor pabrik, menjauhi ia bersama tujuh rekannya.
"Kemudian Taufik dan Ade Yumil pergi, kami bertujuh disuruh naik ojek, dengan dikawal mandor," tuturnya.
Perjalanan dari masjid sampai ke lokasi pabrik sekitar 800 meter. Sesampainya di sana Nuryana bersama 7 rekannya sempat mendapat perlakuan baik, dengan diberi makan mi rebus. Usai menyantap mi tersebut, ia diminta masuk ke sebuah ruangan di lokasi pabrik tersebut.
"Di dalam kita digeledah, barang-barang dari baju sampai handphone bahkan uang jajan kami diambil semua, lalu kami dimasukan ke dalam mess dan dikunci dari luar," kenangnya.
Nuryana mengaku hingga saat ini masih trauma akibat penyiksaan selama bekerja di sana. Ia menambahkan, ketika di dalam mess dirinya sempat bertemu dengan Asep yang masih memiliki hubungan darah. Asep yang sebelumnya telah bekerja lebih dulu itu, sempat mempertanyakan kenapa dirinya mau bekerja di sini. Nuryana mengaku ia bekerja karena tergiur mendengar cerita orang-orang di kampung ditambah lagi, Asep tidak pernah terdengar kabar ke kampung.
"Dipikir karena Asep nggak ada kabar, karena betah bekerja di sana," ujarnya.
Saat itu merupakan perbincangan terakhirnya dirinya dengan Asep, karena selang satu hari setelah Nuryana bekerja, saudaranya itu berhasil melarikan diri.
"Besoknya saya mulai kerja bareng Asep, satu hari kemudian saya mendapat kabar kalau Asep melarikan diri," tuturnya.
Kaburnya Asep mulai membuka mata Nuryana. Saat itu dirinya bersama puluhan buruhan lainya dikumpulkan menjadi satu, dan mendapat penganiayaan dari mandornya.
Rekan Nuryana, Bagas (22) mengaku ingin kabur namun ada oknum polisi yang saat itu menjaga. "Saya tidak bisa kabur. Di belakang mandor ada oknum Brimob berdua, namanya N, Pak A, makanya kami tidak bisa kabur," imbuh Bagas.
Kini Nuryana sudah keluar dengan selamat semenjak praktik perbudakan itu terungkap. Namun Nuryana mengaku trauma. "Ada rasa takut, saya trauma ketemu orang tak dikenal. Takut banget," tuturnya.
Sementara Ramlan mengaku sampai mengalami muntah darah. "Kondisi saya sakit muntah-muntah darah, saya diobati saudara saya. Hasil visum, kena radiasi uap logam," kata Ramlan.
(nwk/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini