"Selama memberi perlindungan kami melihat ada 2 kasus yang terjadi, dalam konflik penyerangan aliran Sunni kepada aliran Syiah yang mayoritas berada di Sampang," ujar anggota Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK, Teguh Soedarsono.
Hal itu dikatakan Teguh dalam konferensi pers Laporan Aktivitas LPSK dalam Kasus Pertikaian Intoleransi Beragama di Kabupaten Sampang-Madura, di kantornya, Jalan Proklamasi no 56, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus kedua, terjadi pada tanggal 26 Agustus 2012 di desa Nang-Ker-Nang. Dalam konflik ini, 1 orang tewas dan 1 orang lainnya kritis terkena sabetan celurit, serta puluhan orang menderita luka-luka dan 49 rumah terbakar. Tersangka kasus ini adalah Saniwan, Mukhsin, Mad Safi, Hadiri, dan Ro'is yang saat ini telah diproses di Jawa Timur.
Dari dua kasus tersebut, Teguh menambahkan LPSK menemukan 5 penyebab konflik. Pertama, karena adanya fatwa dan seruan MUI Jatim, PWNU Jatim, dan ulama bassara yang menyatakan Syiah sebagai aliran sesat sehingga penganut harus dibaiat menjadi Sunni.
"Kedua, adanya pernyataan dari Bupati Sampang dahulu, yang menolak keberadaan masyarakat penganut Syiah di wilayah kabupaten Sampang," tuturnya.
Ketiga, putusan pengadilan negeri Sampang dan pengadilan tinggi yang menyatakan Tajul Muluk merupakan tokoh Sunni dianggap telah melakukan penistaan agama, kemudian yang bersangkutan dihukum penjara 2 tahun. Dan pada proses banding, Pengadilan Tinggi memperberat menjadi 4 tahun penjara.
Keempat, konflik pribadi antara Ro'is yang merupakan tokoh Syiah dengan Tajul Muluk diikuti oleh masing-masing pengikut secara berkepanjangan.
"Terakhir pada masa tersebut ada pemilihan bupati Sampang dahulu, yang menggalang masa serta suara dari masyarakat Sunni, namun pada akhirnya dia (Bupati Sampang-red) tidak menang juga, sehingga menjadi salah satu penyebab konflik," tandasnya.
(rmd/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini