Dikepung Asap Pabrik & SPP Seikhlasnya, Sekolah Ini Bertahan

Dikepung Asap Pabrik & SPP Seikhlasnya, Sekolah Ini Bertahan

- detikNews
Jumat, 03 Mei 2013 13:44 WIB
(Foto: Edward/detikcom)
Jakarta - Di Kampung Petukangan, Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur, ada sekolah yang dikelilingi 4 pabrik yang mengepulkan asap-asap. Di tengah asap polusi, sekolah ini bertahan memberikan yang terbaik kendati para muridnya membayar biaya sekolah seikhlasnya.

Sekolah ini terletak di atas tanah garapan di Jalan Kramayuda, Kampung Petukangan, RT 10/05, Rawaterate, Cakung, Jakarta Timur. Sekolah yang dibatasi tembok berlapis setinggi 5 meter milik 4 pabrik di kawasan itu, yaitu satu pabrik karoseri otomotif, dan 3 pabrik besi.

Madrasah Ibtidaiyah Yayasan Al-Istiqomah B, demikian nama sekolah itu, hanya bisa diakses dengan kendaraan roda dua. Masuknya pun harus melalui 2 pos penjagaan di salah satu pabrik di kawasan itu, PT Kramayuda dengan jarak ratusan meter, kemudian menuju perkampungan Petukangan yang selalu tergenang banjir bila Jakarta dilanda hujan deras dan lama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bangunan sekolah terdiri dari 2 lantai semi permanen, yang dibangun dari papan kayu. Ada 4 ruang kelas, dua di atas dan dua di bawah. Sistem mengajarnya, ada kelas 1 dan 2 serta kelas 4 dan 5 yang digabung. Sedangkan kelas 3 dan 6 masing-masing di kelas terpisah.

Muridnya ada 93 orang, rata-rata adalah anak-anak buruh pabrik yang bekerja di sekitar pabrik atau di kawasan Pulogadung.

"Kalau di atas mengeluh panas, sampai sesak napas gara-gara polusi dari pabrik peleburan baja," ujar guru kelas 3 Muhamad Arief (26) saat ditemui detikcom, Kamis (2/4/2013).

Meski begitu, tidak menyurutkan semangat belajar murid-muridnya. Terkadang, para murid terganggu konsentrasinya karena tersedak asap pabrik.

"Biasanya kalau murid sudah mulai tidak konsen gara-gara asap pabrik ya terpaksa dipindah ke kelas bawah," kisah Arif.

Arif menuturkan para siswa tersebut umumnya warga yang bertempat tinggal di sekitar sekolah. Meski begitu untuk iuran sekolah, kendati ada spanduk SPP Rp 125 ribu per bulan, kenyataannya, banyak yang tak mampu membayar. Alhasil, sekolah ini menerima seikhlasnya saja.

"Rata-rata orang tua mereka buruh pabrik di kawasan Pulogadung, bayaran per bulan di sini seikhlasnya saja," tuturnya.

Kepala Sekolah MI itu, Markamah (46), menjelaskan ada 5 guru yang mengajar dengan bayaran tak tentu, berkisar Rp 300 ribu per bulan. Markamah yang mendirikan sekolah ini pada 1987 menjelaskan bahwa dulunya sekolah ini bernama Bhinneka Pancasila. Namun, pada 2002, ada Yayasan HDI yang bersedia membantu membangun sekolah. Kemudian supaya bisa mengikuti UN, sekolah ini bergabung dengan Yayasan Al Istiqomah yang memiliki legalitas sehingga nama sekolah berubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Yayasan Al-Istiqomah B.

Sekolah ini tidak mempunyai lahan untuk murid-muridnya berolahraga. Asap polusi dari sisa peleburan perusahaan baja sebelah utara sekolah, sering kali tertiup angin sehingga membuat sesak napas, belum lagi abu yang terbawa mengotori bangku bahkan seragam siswa ketika proses belajar.

Kendati demikian, Markamah selalu memotivasi siswanya untuk belajar, melatih siswanya untuk menjaga lingkungan. Tak lupa, selalu memberikan yang terbaik bagi siswanya.

"Mengupayakan sedemikian rupa kita dengan menaman pohon sebanyak mungkin, kita juga meminta mereka jangan malas minum air putih sesekali. Kita beliin susu, kadang kita pernah minta mereka belajar menggunakan masker, tapi anak-anak tidak betah," ujar Markamah saat ditemui detikcom, Kamis (2/5/2013).

Lebih lanjut ia mengatakan pihaknya tidak ingin berpangku tangan dengan menunggu uluran tangan pemerintah.

"Kita lakukan apa saja yang ada di sekitar kita, dari pada pusing-pusing nunggu bantuan pemerintah," tutur Markamah.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads