SP3 Bermasalah Tak Bisa Dicabut, UU Polri Digugat

SP3 Bermasalah Tak Bisa Dicabut, UU Polri Digugat

- detikNews
Senin, 29 Apr 2013 21:47 WIB
Jakarta - Sri Royani menggugat UU Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab UU tersebut tidak bisa membuka penyelidikan lagi bagi kasus yang telah distop lewat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) bermasalah .

"Seharusnya jika Komisi Kode Etik (kepolisian) menemukan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam penyidikan, Komisi Kode Etik bisa memerintahkan membuka kembali kasus yang telah di SP3," kata Royani dalam sidang perdana uji materi Pasal 35 UU No 2/2002 tentang Polri di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2013).

Pasal 35 ayat 1 UU No 2/2002 menyebutkan 'pelanggaran terhadap kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia'. Sementara pada ayat 2 menyebutkan 'ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur oleh keputusan Kapolri'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri sendiri melaporkan SP3 atas kasus yang dia laporkan ke polisi. Namun di tengah jalan di SP3. "Kasus sangkaan pasal 372 KUHP dan pasal 378 KUHP tentang penipuan yang saya laporkan ke Polda Jawa Barat di-SP3 bukan didasarkan pasal 109 KUHAP yang dianggap bukan tindak pidana, tidak cukup bukti. Kasus saya yang di-SP3 didasarkan keberpihakan penyidik terhadap terlapor," ujar Royani menambahkan.

Royani mengajukan gugatan ini karena Komite Etik Kepolisian mengaku tidak bisa membuka kembali SP3. Wanita yang juga sebagai pemohon dalam gugatan ini menilai pasal 35 tersebut telah melanggar hak konstitusionalnya dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan pasal 27, pasal 28D ayat 1, dan pasal 28I ayat 2 dalam UUD 1945.

"Saya meminta MK menyatakan pasal 35 UU Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 yang mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Royani.

Sementara, ketua majelis panel hakim, Anwar Usman, menilai permohonan uji materi ini hanya sedikit menguraikan kerugian konstitusional. Lebih banyak uraian kasus yang bersifat konkrit.

"Petitumnya juga ada pertentangan antara kewenangan Komite Etik untuk masuk pokok perkara dan norma yang diuji minta dibatalkan, ini ada kontradiksi, agar diperhatikan. Ini harus diperbaiki, betul-betul," ujar Anwar.

(vid/mok)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads