"Begitu banyak anak terutama mereka yang ditunda UN mengalami stres luar biasa. Bahkan ada juga anak yang saking stresnya membuat anak-anak dibayangi tidak kelulusan, ada yang sampai lupa letak toilet sekolahnya," kata Sekjend Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listiyarti saat berbincang dengan detikcom, Jumat (19/4/2013).
Retno menilai UN adalah bentuk kekerasan terhadap anak yang tidak mengukur kualitas anak sesungguhnya. Tekanan dari UN juga menimpa para pekerja di dunia pendidikan menengah ke atas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aneh sekali ujian ini melibatkan polisi dan TNI yang bersenjata. Ini biaya besar-besaran ternyata untuk mengukur sesuatu yang tidak tepat," tambah Retno.
Lebih jauh Retno menilai UN tidak memikirkan hak asasi para siswa, termasuk keberadaan petugas keamanan berseragam di lingkungan sekolah.
"Kami juga berpikir anak-anak ini banyak sekali yang tegang melihat polisi berseragam di sekolah. Sedangkan yang ditunda semakin panjang stresnya, dan dibayangi beragam ketakutan. Karena yang sudah ikut saja mengatakan soal sangat sulit dan kertasnya mudah sobek," ujar guru bahasa Inggris di SMA 13 Jakarta ini.
Berdasarkan pengaduan yang diterima FSGI menyebutkan adanya beberapa perilaku irasional yang dilakukan para siswa menjelang UN. Bagi Retno hal ini sangatlah memprihatinkan.
"Ini menambah stres dan menimbulkan sikap irasional seperti pensil yang diraut oleh kiai, mandi kembang, ini sangat tidak rasional. Akal sehat betul-betul direduksi dalam kebijakan seperti ini. Kami para guru menolak ujian nasional, jangan korbankan anak-anak kita," tutup Retno.
(vid/asp)