"Kami ini Badan Amal Usaha, sudah ada sejak sebelum merdeka. Kalau misalnya UU ini kami ikuti, nanti ke 78 RS ini bagaimana nasibnya. Sekarang saja banyak masyarakat yang takut dan ragu atas masalah ini," kata Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat PP Muhammadiyah Syafiq Mughni, usai sidang perdana di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (18/4/2013).
Dalam Pasal 62 UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Hal ini dinilai memberatkan PP Muhammdiyah karena RS Muhammadiyah telah berizin sejak 1915.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang perdana juga dihadiri oleh 20 dokter sebagai perwakilan dari berbagai RS Muhammadiyah di Indonesia. Sidang yang berlangsung sekitar 30 menit itu dipimpin oleh hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
"Dengan pengujian pasal ini ini dapat memberikan keringanan bagi Muhammadiyah. Apabila UU ini ditetapkan maka sebagian asset-aset kami akan hilang," jelas Syafiq.
Mereka mereka memohon pasal 7 ayat 4, pasal 17, pasal 21, pasal 25 ayat 5, pasal 62, pasal 63 ayat 2 dan 3 dan pasal 64 ayat 1 untuk dihapus karena bertentangan dengan UUD 1945. Terkait syarat izin pendirian RS yang ditentukan oleh UU, mereka menilai bertentangan dengan hak berserikat dan berkumpul.
"Daripada untuk mengurus izin lebih baik digunakan untuk menambah kesejahteraan RS karena kami sudah banyak sekali membantu masyarakat yang sudah berobat ke RS Muhammadiyah," pungkas Syafiq.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini