Semarang - Solidaritas penghuni Perumahan PT.KAI Semarang tampaknya sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan perlawanan mereka ketika satu rumah hendak dieksekusi. Akhirnya, eksekusi yang dilakukan PN Semarang itu pun ditunda.Eksekusi itu dilakukan pada pukul 09.30 WIB di rumah milik C. Hartadi, Jl.Kedung Jati 6 Semarang, Senin (11/10/2004). Oleh PT KAI rumah itu diklaim milik mereka. PT KAI membutikannya dengan sertifikat kepemilikan.Sebelum eksekusi, Juru Sita PN Semarang Hidayat membacakan surat keputusan PN Semarang. Selama membaca ia dijaga dua peleton aparat dari Polwiltabes Semarang dan Brimob. Dalam surat itu diputuskan bahwa berdasarkan dokumen yang ada rumah itu milik PT KAI. Karena itu, penghuninya diminta mengosongkan.Usai membacakan, beberapa warga yang sudah sejak awal menolak eksekusi, langsung memrotes. Ketua Pradja (Persatuan Pamong Praja) Jateng Sudir Santosa menyela, seluruh warga meminta eksekusi itu ditunda. "Kami tidak bermaksud melawan hukum. Tapi karena pemilik sedang mengalami
force majeure, kami minta eksekusi ditunda," katanya disambut tepuk tangan 35-an orang.Mengetahui penolakan itu, PN dan kejaksaan meminta aparat kepolisian bertindak. Tapi warga tetap
ngeyel. "Tolong, kami meminta dengan sangat. Ini demi perikemanusiaan," kata Sudir.Aparat kepolisian kemudian tidak berani memaksa penghuni mengosongkan rumah. Karena warga meminta perwakilan PN dan kejaksaan meminta petunjuk lagi secara langsung ke Ketua PN Semarang. Selama itu, puluhan warga masih bertahan total mengamankan rumah itu.
Nyaris BentrokPada pukul 12.30 WIB, perwakilan PN dan kejaksaan datang dan mengatakan bahwa eksekusi sah. Tapi warga tetap menolak. Nyaris terjadi bentrok, karena warga justru mengancam aparat kepolisian dan perwakilan PN dan kejaksaan.Koordinator Bidang Hukum Forum Solidaritas Lingkungan Elli Patinaya yang ikut mengadvokasi mengatakan berdasar bukti terbaru, warga berhak menempati rumah. Hal itu ditunjukkan dengan surat kontrak antara PT KAI dan pemerintah Belanda."Dalam surat itu disebutkan, kontrak PT KAI mulai tahun 1914 dan berakhir pada tahun 1989. Sejak 1989 sampai sekarang rumah itu dan rumah lainnya milik Pemkot. PT KAI tidak berhak mengklaim. Sertifikat dan surat ukur tanah mereka palsu. Haryati (kuasa hukum PT KAI) pembohong," katanya.Aparat kepolisian yang sudah mengepung rumah itu pun kendor. Mereka tidak berani bertindak apa pun. Apalagi ketika beberapa penghuni manula ikut maju menantang sambil berteiak-teriak. Juha beberapa pemuda dan ibu-ibu.Beberapa menit kemudian, perwakilan PN dan kejaksaan meninggalkan lokasi. Aparat kepolisian pun juga "pamit" kembali ke markasnya. Warga yang mulai emosi itu masih setia menjaga rumah itu. Mereka khawatir, eksekusi rumah itu akan merembet ke rumah-rumah lain."Saya mencatat ada 5 rumah yang siap dieksekusi. Warga takut jika rumah mereka juga akan dieksekusi, makanya mereka solider dan melawan. Rumah Hartadi ini rumah pertama, dulu rumah ini juga pernah dieksekusi pada tahun 1997 tapi gagal," kata Elli Patinaya.Perumahan PT. KAI terdiri dari 70 - 80-an bangunan dan ditempati sekitar 170 KK. Mereka berada dalam satu lingkungan dan masing-masing berada di Jl. Jogya, Solo, Kedung Jati, Gundih, Kariadi, dan Veteran.
(nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini