Pilkada Lebih Rawan Politik Uang

Pilkada Lebih Rawan Politik Uang

- detikNews
Rabu, 17 Apr 2013 13:30 WIB
Jakarta - Potret demokrasi Indonesia memberi banyak celah terjadinya politik uang terutama dalam proses Pilkada. Partai politik di daerah dengan segala sumber daya dinilai bisa meraup pundi-pundi uang lebih besar dibanding tingkat pusat.

"Kalau konteksnya politik uang, maka apa yang terjadi di tingkat nasional tidak seberapa dibandingkan dengan daerah. Hampir 500 Pilkada di 33 propinsi, itu uang semua di situ," kata Pengamat Pemilu Direktur Sigma, Said Salahudin.

Hal itu disampaikan dalam Diskusi Pemilu 2014 dengan tema 'Perilaku Buruk Parpol dalam Pilkada', di Gallery Cafe, Jalan Cikini Raya, Jakpus, Rabu (17/4/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, partai politik menjadi alat bagi politisi untuk meraup keuntungan dalam setiap Pemilu Kada, karena di daerah jumlah partai lebih banyak dibanding pusat baik parlemen atau non-parlemen. Parpol non-parlemen bahkan bisa bermain karena mereka masih punya suara.

"Jadi mereka fine nggak ada di parlemen tapi mereka punya suara. Modal inilah yang jadi modal untuk meraup pundi-pundi baik untuk kepentingan partai atau elitnya," ujarnya.

"Tentang bagaimana mereka meraup, itu pintu masuknya ada dua pengisian kursi legislatif untuk jadi anggota DPRD dan pengisian eksekutif jadi gubernur, bupati dan walikota," lanjut Said.

Ia menuturkan pada Pemilu 2009 ada 38 partai politik, maka meski pada 2014 hanya ada 12 parpol tetapi ke 38 parpol itu di daerah masih punya kekuatan. Baik ada kursi di DPRD maupun yang hanya masih punya suara.

"Tahun 2009 ada 38 parpol maka berapapun suara yang mereka punya itu bernilai untuk dukungan calon kepala daerah. Itulah mengapa parpol berpengaruh di daerah," ujar Said.

"Motif ini terjadi karena motif pragmatis yaitu untuk sewa 'ongkos perahu'. Kedua untuk kepentinggan pasca pemenangan ada success fee dan kepentingan proyek dari elit yang lebih parah," lanjutnya.

Said menjelaskan politik uang di daerah itu dibuktikan dengan banyaknya pejabat di daerah yang terjerat korupsi terutama yang secara langsung bermain dalam APBD baik legislatif maupun eksekutif.

"Menurut saya kok seperti nggak ada jalan keluarnya, seperti nggak ada formula efektif untuk setidaknya meminimalisir. Jadi ada fungsi pendidikan politik dari parpol, fungsi kaderisasi dan pembinaan struktur yang tidak berhasil," tutur Said.

(iqb/van)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads