"Tidak ada kinerja yang terganggu oleh dinamika konflik internal jika ukurannya penanganan proses rekomendasi. Tuduhan kelalaian terjadi karena konflik internal, itu tidak terjadi," kata Wakil Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat di kantor Ombudsman, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (17/4/2013).
Dia menegaskan pengurusan permohonan rekomendasi bagi korban pelanggaran HAM berat tetap dikerjakan Komnas HAM. Pasca komisioner baru terpilih pada akhir November 2012 , surat permohonan rekomendasi ditandatangani Oto Nur Abdullah. Setelah itu surat permohonan rekomendasi pada 8 Maret hingga saat ini ditandatangani Siti Noor Laila yang terpilih menjadi ketua Komnas HAM setelah Otto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada Ombudsman, Imdadun menerangkan proses pemberian rekomendasi termasuk jumlah permohonan yang langsung ditindaklanjuti. Sebanyak 212 surat rekomendasi yang belum dikeluarkan adalah akumulasi sejak Agustus 2012 hingga saat ini.
"Persoalannya bukan kinerja tidak bagus, tapi ada persoalan ketidaklengkapan administrasi," sebut Imdadun.
Rencananya Komnas HAM akan melakukan gelar perkara dengan LPSK terkait surat rekomendasi yang sudah dimohonkan. "Saya berharap dari pertemuan ini ada semacam progres bahwa ada hal-hal yang tidak benar dari tuduhan atau sanggahan bahwa Komnas HAM telah melakukan kelalaian," tuturnya.
Komnas HAM diadukan masyarakat korban pelanggaran HAM berat masa lalu yakni korban peristiwa 1965, Tanjung Priok dan peristiwa Mei 1998. Mereka mengeluhkan kelambanan proses pemberian rekomendasi yang berujung pada penundaan penerimaan bantuan medis dan psikologis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pendamping keluarga korban pelanggaran HAM berat, Wanmayetti dalam aduannya menegarai keterlambatan pemberian rekomendasi Komnas HAM akibat dari perubahan kepemimpinan di Komnas HAM yang berlangsung berkala dengan waktu setahun. Akibatnya, layananKomnas HAM disebut menjadi terganggu.
(fdn/lh)