"PPATK telah menyelesaikan kajian mengenai draft RUU Perampasan Aset yang sudah disampaikan kepada Kemenkum HAM, selanjutnya ke Presiden, baru kemudian ke parlemen," ujar Ketua PPTK M Yusuf dalam acara diskusi 'Merampas Aset Koruptor' di kantornya, Jl Juanda, Jakarta, Selasa (16/4/2013).
Yusuf mengatakan dalam draft tersebut, proses hukum akan lebih fokus kepada perampasan aset. Sekalipun pelaku atau tersangka tidak bisa dihadirkan, maka perampasan aset tetap bisa dilakukan melalui proses hukum di pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, draft RUU Perampasan Aset itu juga akan mengedepankan asas kesesuaian besar aset dengan profil si pemilik, seperti yang ada dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Jika si pemilik tidak bisa membuktikan dari mana kepemilikan aset itu berasal, maka bisa dilakukan perampasan.
"Nanti akan ditanya, Anda dapat aset ini dari mana, uangnya dari mana. Kalau dia tidak bisa ngomong ya akan disita. Namun yang jelas, penyidik atau penuntut juga harus membawa bukti yang kuat, bahwa aset itu berasal dari tindak pidana atau milik negara," ujar Yusuf yang juga merupakan seorang jaksa ini.
(fjp/rmd)