"Terjadi penurunan 80 persen, dan bahkan oleh IUCN, Yaki sekarang terdaftar sebagai satwa yang terancam punah," kata Kepala BKSDA Sulut Sudiyono dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (15/4/2013).
Penyebab utamanya, kata Sudiyono adalah karena kehilangan tempat tinggal dan tekanan perburuan yang tinggi. "Dengan penurunan ini diperlukan suatu usaha bersama atau kerjasama dalam menyusun strategi konservasi untuk membantu melestarikan spesies unik ini," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang adalah waktunya untuk melihat masa depan dari cagar alam dengan saling bekerjasama antara pengelola area, ekowisata dan komunitas lokal, dengan tujuan mencegah perburuan Yaki, menjaga habitatnya demi kepentingan masa depan," jelas Sudiyono.
Kegiatan kampanye dan upaya penyelamatan Yaki bekerjasama dengan Pasific Institute, Selamatkan Yaki, Bappeda Sulut, Yayasan Macaca Nigra, dan Primate Conservation Foundation.
Harry Hilser, Field Programme Manager Selamatkan Yaki, menyatakan, kegiatan itu diharapkan bisa menghasilkan suatu Species Action Plan-SAP, yang menyiapkan informasi dasar mengenai spesies target, ringkasan mengenai segala kegiatan konservasi yang sedang dilaksanakan.
"Dengan konsultasi, rekomendasi dan acuan kerja bagi kegiatan konservasi untuk pengembangan mitigasi terhadap semua ancaman utama penyebab penurunan populasi," tutur Hilser.
Yaki (macaca nigra) dikenal merupakan binatang penyebar biji yang baik. Sebagai ‘petani’ dalam hutan, Yaki menjadi salah satu kunci ekologi dari suatu ekosistem. Yaki juga merupakan ‘flagship’ penting sebagai perwakilan dari keanekaragaman hayati daerah Sulawesi Utara.
(fdn/fdn)