"Tadi saya jadinya panik dan buru-buru terus agak pusing pas tau enggak ada lembar jawabannya. Soalnya biasanya disiapkan lembar jawaban braille dan soal dengan huruf biasa untuk pengawas, jadinya saya tinggal isi jawaban aja," ujar Andri setelah mengikuti ujian di ruang lab bahasa Inggris di SMA 112 Meruya Utara, Jakarta Barat, Senin (15/4/2013).
Andri menceritakan, untuk siswa seperti dirinya memang diberikan dua pilihan oleh sekolah dan dari sejak SMP dirinya memilih jalan lulus dengan mengikuti Ujian. Tapi Andri jadi tidak yakin karena sangat berbeda ketika dia ujian waktu SMP dan sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak kedua dari pasangan Lie Ke Kuang (60) dan Hiu Lie Fong (43) warga Jembatan Lima, Tambora, Jakarta barat itu mengaku bisa selesaikan 50 soal, namun dirinya menjadi pesimis mendapatkan nilai sempurna mengingat waktu yang singkat dan soal yang diberikan tidak dibacakan oleh pendamping.
"Kalai matematika atau fisika, tidak masalah jika tidak ada soal alas. Saya berharap ujian kedua dan berikutnya tidak seperti ini, dan kalau bisa ujian hari ini juga di ulang," ujarnya.
Andri yang sejak lahir sudah menderita tuna netra akibat kena inkubator sehingga saraf matanya terbakar itu mengaku berani bersaing dengan siswa normal lainnya untuk mengikuti ujian lantaran dirinya merasa sanggup untuk mengikuti ujian setelah mengikuti soal uji ciba menghadapi ujian pekan lalu.
"Kemauan sendiri untuk mengetahui tingkat kecerdasan dan sebagai prasyarat untuk memasuki perguruan tinggi. Orang tua kebetulan mendukung," imbuhnya.
(spt/ndr)