"Jelas kasus ini tidak bisa dibawa ke ranah peradilan koneksitas, karena kesebelas orang ini adalah anggota TNI. Dalam UU no 37 1997 kan jelas, tindakan pidana yang dilakukan oleh anggota TNI baik itu dilakukan dalam proses bertugas ataupun diluar tugas itu harus di proses di hukum militer," kata Kabiro Hukum Kementerian Pertahanan, Brigjen Nurazizah, di Kemenhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2013).
Nurazizah mengatakan, peradilan koneksitas baru dapat diterapkan jika pihak yang terlibat berasal dari unsur campuran sipil dan militer. "Pengadilan konektivitas,hanya bisa dilakukan apabila yang melakukan tindakan melawan hukum tersebut adalah unsur campuran, yaitu sipil dan militer, kalau kasus ini kan semuanya militer," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sanksi disiplin memungkinkan mereka dipecat, jadi mereka akan akan diadili menggunakan KUHP, KUHP militer dan masih ada hukuman disiplin. Kalau diproses dalam peradilan umum dan hanya menggunakan KUHP itu tidak mengatur pemecatan seorang anggota militer. Sipil tidak bisa memecat militer," lanjutnya.
Untuk diketahui, peradilan koneksitas adalah peradilan untuk tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang masuk ke dalam lingkungan peradilan umum dan militer. Dalam menentukan pengadilan mana yang akan dipakai, sesuai pasal 89 ayat 1, diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur milter tinggi atas dasar hasil penyelidikan tim tersebut pada pasal 89 ayat 2.
(rna/mpr)