Dalam film itu, semangat korsa melatarbelakangi sebuah pembunuhan. Prajurit Santiago dibunuh karena dianggap tahu sebuah informasi dan membahayakan korps. Dua prajurit yang mengaku membunuh, beralasan tindakannya dilakukan demi korps. Santiago melanggar 'code red'.
Bila ditarik persamaannya, kasus LP Sleman dan film itu, poinnya ada pembunuhan yang dilakukan dengan semangat membela korps. Nah, prajurit di film itu pada akhirnya dibebaskan, dan terungkap bahwa aksi dilakukan atas perintah atasan. Sang komandan pun secara ksatria akhirnya mengakui.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingat film itu, tapi ya itu film. Yang pasti, prajurit yang terlibat kasus penyerangan LP Sleman akan dikenakan pasal berlapis. KUHP dan KUHPM, ini bukan hukuman ringan," jelas Kapuspen TNI Laksda Iskandar Sitompul saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (11/4/2013).
Iskandar tak mau berandai-andai adanya pihak lain yang terlibat. Sejauh ini soal penyerangan kasus LP Sleman sudah disampaikan TNI AD. Aksi dilakukan secara spontan.
"Yang lain belum, tentunya masih 11. Saksi 31 orang di Lapas dan 9 orang sipir. Semua dalam penyidikan semua ditanyain, satu demi satu. Perlu waktu yang cukup," terang Iskandar.
Dia juga menegaskan, publik tak perlu risau soal kasus LP Sleman ini. Tak perlu juga merasa khawatir sehingga membandingkan dengan film Hollywood.
"Pengadilan militer tidak bisa diintervensi Panglima TNI dan KSAD. Pengadilan militer di bawah MA. Sidang juga digelar di pengadilan terbuka untuk umum, semuanya terbuka silakan dilihat," tuturnya.
Para prajurit TNI yang terlibat itu bisa dihukum pidana hingga pemecatan, sesuai UU yang ada. Pengadilan militer akan lebih berat. "Semua diserahkan pada oditur militer," tuturnya.
(ndr/gah)