Hingga akhirnya pada tahun 2006, dirinya ditawari oleh sebuah bank tali pusar yang bermarkas di Singapura. Di dunia medis, tali pusar diyakini bisa menjadi obat untuk menyembuhkan penyakit kanker getah bening.
Pada 10 Agustus 2006, Julita pun menyimpan tali pusernya ke bank tersebut. Dengan harapan, tali puser dari kelahiran anak ketiganya dapat menyembuhkan sang ayah. Menyimpan tali puser pun tidak gratis. Dia mengeluarkan kocek sebesar SGD 2 ribu dan harus membayar iuran SGD 267 per tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal kalau pun saya dibilang tidak membayar, saya siap bayar lagi. Tetapi tali pusat saya malah dibilang rusak, ini kan alasan. Sampai sekarang saya tidak tahu di mana tali pusat saya," ujar Julita sebelum sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jl Gadjah Mada, Jakarta, Rabu (10/4/2013).
Menanggapi hal itu, Juwita pun melapor ke Polda Metro Jaya dan melaporkan bank tersebut. Pada 2011, polisi menetapkan YP dan NPK selaku pimpinan bank cabang Indonesia dijadikan tersangka. Dalam kasus ini, polisi tidak menahan tersangka.
Awal Februari 2013, sidang perdana pun digelar di PN Jakpus dengan ketua majelis hakim Kasianus. Dalam sidang tersebut, JPU Fahmi mendakwa YP dan NPK dengan dakwaan pasal penipuan sesuai Pasal 378 dan 372 KUHP. Kedua terdakwa lalu mengajukan eksepsi. Namun, eksepsi nya ditolak majelis hakim.
"Menolak eksepsi terdakwa 1 dan 2 dan melanjutkan sidang ini minggu depan dengan agenda pemanggilan saksi-saksi," putus hakim Kasianus dalam putusan sela tersebut.
Kini, Julita hanya bisa berharap pada putusan hakim agar para terdakwa dihukum sesuai peraturan yang berlaku. Sampai saat ini, tali pusar milik Julita masih misterius.
(rvk/asp)