"Masyarakat juga sudah tahu, tapi kok Mahkamah Agung(MA) nya yang belom tobat-tobat? Padahal di depan mata kita sudah lihat hakim ditangkap," ujar Asep saat berbincang dengan detikcom, Rabu (10/4/2013).
Dia juga meminta agar MA melakukan instropeksi guna menciptakan hakim-hakim yang bebas dari praktik suap. MA juga diminta jangan membela diri terkait hasil survei tersebut. Menurutnya tanpa perlu dilakukan survei publik sudah tahu kalau kinerja aparta peradilan masih bobrok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Asep mengatakan, kekecewaan publik terhadap lembaga peradilan bukan hanya pada praktik suap. Tetapi pada kerja institusi pengadilan yang berbelit-belit, tidak transparn dan lamban.
"Bukan cuma suap saja, sekarang kalau kita urus perkara misalnya kasasi pasti putusnya lama, jadi kinerja mereka juga lelet. Sudahlah, segera tobat MA," pungkas Asep.
Survei yang dilakukan ILR memberikan hasil cukup mengejutkan. Sebanyak 60 persen dari 1.220 responden di 33 provinsi Indonesia menyatakan kecewa dengan lembaga kehakiman yang masih marak dengan praktik suap.
Pihak yang mempengaruhi imparsial hakim yaitu pengusaha 32 persen, parpol 30 persen dan pemerintah 24 persen. Tidak hanya itu, 48 persen responden juga menilai seleksi hakim juga masih belum terbebas dari KKN.
"Padahal menurut publik, 54 persen responden menilai gaji hakim sudah memadai dan 53 persen responden menilai sarana dan prasarana pengadilan sudah layak," kata peneliti ILR Erwin Natoesmal dalam jumpa pers di Warung Daun, Jalan Cikini, (9/4) kemarin.
(rvk/asp)