"Saya rasa harus kembali dijernihkan pokok soalnya, kasus Cebongan bukan soal pemberantasan preman. Sepertinya ada upaya mengalihkan perhatian publik ke arah pentingnya dan pembenaran atas tindakan pembunuhan tahanan sebagai bagian dari pemberantasan preman," kata Direktur Eksekutif Elsam Indri D. Saptaningrum saat berbincang, Senin (8/4/2013).
Indri menjelaskan, yang terjadi di Cebongan adalah pembunuhan tahanan kepolisian, dengan menyalahgunakan perangkat milik negara yang dibeli dari pajak masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan kejahatan yang dilakukan para tahanan, baik karena statusnya preman atau yang lainnya, tidak bisa membenarkan pihak lain berbuat semena-semena bahkan membunuh sebagai alasan pembalasan dendam.
"Tentu makna jiwa dan semangat korsa bukan yang wujudnya seperti itu. Gagasan pemberian penghargaan justru seolah menghina institusi TNI yang justru melihat tindakan 11 orang tersebut tak bisa dibenarkan dan karenanya mereka secara ksatria mengakui bahwa pelaku harus diproses hukum. Seharusnya justru para petinggi TNI atau pejabat publik lain tidak mengaburkan proses yang tengah berjalan dengan gagasan-gagasan yang kurang mendasar dan provokatif," urainya.
"Kasus ini penting, sebab jika ternyata ada unsur keterlibatan institusional, kejahatan ini bisa dikategorikan sebagai pembunuhan kilat (summary killing) atau pembunuhan di luar pengadilan (extrajudicial killing) dan itu merupakan bentuk pelanggaran HAM," tutupnya.
(ndr/gah)