"Kemajuan yang penting, kemarin saya rapat sudah ada kesepakatan fraksi dan pemerintah kita akan serentakkan Pilkada se-tanah air dua gelombang besar pada tahun 2015 dan gelombang kedua tahun 2018," kata Priyo Budi Santoso di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/4/2013).
Menurutnya, pada gelombang pertama tahun 2015 akan ada 279 pemilihan kepala daerah, dan pada tahun 2018 ada 244 pemilihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tak hanya soal Pemilukada yang akan digelar serentak, DPR juga masih mempertimbangkan beberapa pasal lain dari RUU Pilkada sebelum disahkan dalam rapat paripurna.
"Pemerintah terlalu radikal dan terlalu progresif karena ingin merombak sistem pemilihan dimana mekanisme pemilihan Gubernur dengan cara langsung, tapi pilih bupati dan walikota melalui DPRD. Ini membalikkan logika otonom daerah," tutur Priyo.
Itulah pasal yang belum mendapat kesepahaman di DPR. Bahasan lainnya adalah keinginan pemerintah agar calon wakil kepala daerah berasal dari birokrat. Partai hanya bisa mencalonkan kepala daerah, wakilnya berdasarkan penunjukkan.
"Pemerintah masih inginkan calon gubernur dan walikota tunggal, wakilnya birokrat senior yang dipilih. Ini jadi biang sengketa karena semua fraksi sepakat menolak itu dan kita ingin sistem paket gubernur, bupati, walikota dan wakilnya dalam pemilihan," ujar Priyo.
"Kalau ada PNS senior karena dipilih, kalau sistem ini disetujui bahanya bagaimana kalau dalam perjalanan gubernurnya wafat yang ganti wakilnya. Gimana legitimasinya," imbuhnya.
Sementara materi usulan pemerintah lain tentang pencalonan kepala daerah tidak boleh ada ikatan darah, untuk yang ini masih bisa disepakati DPR.
"Syarat kepala daerah ada ranah ikatan perkawinan darah yang dilarang, oke jempol pemerintah. Tapi agak kebablasan karena mungkin membatasi terhadap orang-orang dan figur (potensial," ucapnya.
(iqb/van)