Kuasa Hukum Chevron Tuding Kejagung Tak Berikan Bukti Lengkap ke Hakim

Kuasa Hukum Chevron Tuding Kejagung Tak Berikan Bukti Lengkap ke Hakim

- detikNews
Selasa, 02 Apr 2013 18:18 WIB
Jakarta - Kuasa hukum PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan bukti secara lengkap kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Hal ini menanggapi dakwaan Kejagung terhadap terdakwa Widodo.

"Jika tidak lengkap, akan ada kesan bahwa tidak dilakukan uji laboratorium. Padahal kesan negatif itu tidak akan ada kalau barang buktinya lengkap. Dalam hal ini sepertinya penuntut umum menyembunyikan sesuatu dengan maksud jahat untuk menghukum orang tanpa mengungkap fakta yang sebenarnya," kata kuasa hukum Widodo, Dasril Affandi dalam siaran pers yang diterima detikcom, Selasa (2/4/2013).

Hal ini terkait kesaksian karyawan PT Green Planet Indonesia (GPI) Fepy Sepyana dalam sidang di pengadilan kemarin. Dalam kesaksian di bawah sumpah, Fely menyatakan data invoice yang diserahkan penyidik ke majelis hakim tidak lengkap seperti yang telah ia serahkan ke penyidik sebelumnya. Yaitu analisis laboratorium PT CPI dan laboratorium pihak ketiga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Fepy, barang bukti analisis yang disampaikan penyidik hanya untuk siklus ketujuh di Kontrak 6841 antara PT GPI dan PT CPI. Sementara ia telah menyerahkan data analisis untuk seluruh siklus ke Kejagung.

Dalam persidangan itu, Fepy juga menyatakan telah tiga kali menyerahkan data yang sama secara lengkap ke dua penyidik yang berbeda, yaitu Peter Sahanaya dan Frankie Son. Pada setiap pengajuan invoice, Fepy mengatakan, PT GPI melampirkan berita acara penghitungan volume Crude-Oil Contaminated Soil (COCS), berita acara pengambilan sampel awal COCS, hasil tes laboratorium PT CPI per 2 minggu, serta sertifikat tes laboratorium dari pihak ketiga, yaitu ALS dan Core Lab.

"Saya berharap Kejaksaan Agung tidak menghalangi proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan karena dapat diancam hukuman pidana," tegas Dasril.

Ancaman yang dimaksud yaitu Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.



(asp/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads