Ketujuh orang tersebut adalah hakim agung agama yang duduk di kamar peradilan agama. Mereka adalah Dr Ahmad Kamil, Dr Andi Syamsu Alam, Prof Dr Abdul Manan, Dr Habiburrahman, Dr Hamdan, Dr Mukhtar Zamzami dan Prof Dr Rifyal Ka'bah.
Ketujuh orang ini, selain dituntut mampu menangani perkara kasasi dan peninjauan kembali, juga diharapkan mampu melakukan pembaruan hukum Islam. Berbekal pengalaman dan pendidikan yang maksimal, para hakim agung dari lingkungan peradilan agama terbukti telah beberapa kali melakukan pembaruan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mencontohkan pemberian bagian warisan kepada anak tiri yang bukan ahli waris melalui lembaga wasiat wajibah dengan alasan tidak ada lagi ahli waris yang lain.
Masih dalam bidang waris, pernah pula hakim agung dari peradilan agama memberi bagian kepada anak non-muslim melalui lembaga wasiat wajibah dengan alasan di Indonesia tidak ada kafir harbi. Kalau ahli waris hanya anak perempuan, dia menghijab paman dengan alasan walad, yang dalam bahasa Arab berarti anak laki-laki dan anak perempuan.
"Banyak lagi yang lain seperti mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan suami secara Islam oleh isteri pertama yang beragama Buddha (dibatalkan setelah istri meninggal dunia). Dengan demikian asas personalitas keislaman tidak lagi berlaku mutlak, terlebih-lebih lagi pada kasus-kasus ekonomi syariah," kata Andi menegaskan.
(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini