Sidang kedua ini digelar di ruang sidang DKPP, Kantor Bawaslu Jl MH Thamrin, Jakpus, Selasa (26/3/2013). Hadir dalam sidang itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Arief Budiman dan Hadar Nafis Gumay.
Di dalam sidang yang dipimpin ketua majelis Jimly Asshiddiqie, KPU menyanggah semua aduan yang disampaikan oleh pengadu. Yaitu Ketua dan anggota Bawaslu, Amelia A Yani, Rouchin dan Joller Sitorus (PPRN), Bachtiar (PPPI), Sonny Pudjisasono (Partai Buruh), Marwah Daud Ibrahim (Partai Republik), HM Tauhid dan H Marlis (Partai Hanura), Refly Harun dan Ahmad Irwan (Correct).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPU juga membantah aduan sejumlah parpol pengadu yang mempermasalahkan proses verifikasi hingga penetapan partai politik. Atas sanggahannya, KPU meminta majelis etik menolak seluruh pengaduan.
"Kami meminta kepada majelis etik untuk pertama, menolak seluruh pengaduan pengadu karena teradu tidak terbukti telah melanggar etik. Kedua, apabila ketua majelis etik memiliki pendapat lain, mohon memberikan putusan seadil-adilnya," lanjut Sigit.
Sementara sanggahan terkait dengan dugaan pelangggaran etik komisioner KPU yang tidak melaksanakan keputusan Bawaslu, dibantah bahwa pasal yang memberi kewenangan Bawaslu untuk menyelesaikan sengketa dianggap final adalah multitafsir.
"Isu yang diusung pengadu berkaitan dengan keputusan Bawaslu, teradu perlu berpedoman pada tugas dan wewenang teradu. Tugas Bawaslu adalah mengawasi penyelenggaraan pemilu, di samping itu bawaslu juga diberi wewenang tambahan berdasarkan UU 8 tahun 2012 dan UU 15 tahun 2011 menjalankan kuasi peradilan," kata komisioner KPU Ida Budhiati.
"Bawaslu mempunyai hak veto atas sengketa yang diajukan, kecuali sengketa berkaitan verifikasi dan daftar calon anggota DPR, DPD dan DPRD," sanggahnya mengacu pasal 259 UU 8 tahun 2012.
Dalam pemahaman komisoner KPU itu, maka keputusan Bawaslu tidak mengikat dan tidak final berkaitan dengan hasil sengketa Pemilu, karenanya KPU menolak keputusan Bawaslu yang meloloskan PKPI.
"Permalasahannya terletak pada cara pandang dalam memahami norma Undang-undang. KPU tidak bisa memenuhi keputusan untuk memasukkan PKPI sebagaimana keputusan Bawaslu," lanjutnya.
KPU dilaporkan ke DPP karena diduga melanggar kode etik penyelenggara Pemilu terkait: (1). Penolakan melaksanakan keputusan Bawaslu No 012/SP2/Set.Bawaslu/I/2013; (2) Menghilangkan hak politik dan konstitusional warga negara dalam Parpol;
(3). Bertindak tidak profesional, transparan, dan akuntabel, menggunakan kewenangan tidak berdasar hukum, dan tidak melaksanakan administrasi Pemilu akurat; dan (4). Menerbitkan Keputusan KPU No 95 Tahun 2013 yang dinilai merugikan kepentingan politik di Sumbar.
(bal/lh)