Seperti dilansir panitera MA, Sabtu (23/3/2013), kasus ini bermula ketika dr Edy yang tengah magang di RSUD Besemah, Pagar Alam mengajak malam mingguan Detty. Keduanya bertemu di parkiran RSUD Besemeh pukul 22.00 WIB dan langsung meluncur ke Gunung Dempo. Di tempat tersebut, mereka lalu memakai sabu dan seusai menikmati barang laknat tersebut, alat-alat hisap itu dimasukkan ke dalam bagasi mobil.
Lantas sepasang sejoli itu menuju ke sebuah hotel di Kuripan Babas untuk check in. Keesokan harinya, mereka terkena razia polisi Polsek Pagar Alam dan dr Edy mengaku di kamar hanya berhubungan layaknya suami istri saja. Lantas, polisi menggelandang keduanya ke Mapolres Pagar Alam. Di Mapolres tersebut, ketahuanlah terdapat alat-alat hisap sabu dan hasil tes urine menunjukkan keduanya positif memakai sabu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merasa dirinya dijebak dan tidak pernah memakai sabu tersebut, dr Edy mengajukan PK. Dokter muda yang baru berusia 30 tahun ini mengaku sangat kaget di dalam mobilnya ditemukan 4 tabung pirex, 4 paket sabu, 8 pipet, 2 korek gas dan 6 tutup botol plastik.
"Saya adalah korban peradilan sesat. Oleh karena itu, saya akan tetap berupaya melawan kedzoliman sampai titik darah penghabisan," tutur dr Edy dalam permohonan kasasinya. Namun MA bergeming.
"Tidak dapat menerima permohonan PK dr Edy Firdaus," demikian putus majelis PK yang terdiri dari Zaharuddin Utama, Dr Salman Luthan dan Dr Mansur Kertayawa pada 22 Juni 2012 lalu. Dalam putusan PK setebal 28 halaman itu, Detti dinyatakan masih DPO.
(asp/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini