Dalam yang diketuai majelis hakim Dwi Sugiarto, pihak KCI selaku penggugat mendatangkan dua orang saksi yaitu pencipta lagu era 90-an, Yuke NS dan Bartje van Houten.
Pihak KCI menggugat lantaran KCI menilai pihak Inul Vizta dinilai mengabaikan hak-hak para pencipta lagu yang dijamin UU. Padahal sejak Maret 2012, KCI tidak mengeluarkan sertifikat bagi penggunaan karya cipta lagu dari lagu-lagu yang dikuasakan oleh para pencipta lagu kepada KCI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi pihak karaoke itu tidak mengindahkan hal tersebut sehingga KCI menggugat Inul Vizta selaku penerima kuasa dari para pencipta lagu.
"KCI minta Rp 720 ribu per room tapi mereka masih minta diskon sampai 60 persen dan jadinya hanya Rp 3,5 juta per outlet setahun. Jadi ini nggak adil. Masak dari sekian milyar keuntungan Inul masih menawar royaliti itu. Lalu, lisensi katanya sudah dicabut per 12 Maret, tapi dua hari yang lalu saya lihat masih ada lagu-lagu saya di Inul Vista," kata Yuke NS di PN Jakpus, Jalan Gadjah Mada, Jakpus, Kamis (21/3/2013).
Menurut Yuke, sistem royaliti Rp 720 ribu per room/ tahun adalah tarif yang paling rendah dibandingkan dengan tempat karaoke di seluruh dunia.
"Cuma Rp 720 ribu per tahun masak nggak mau, gila kali ya. Mungkin Inul nggak masalah mau bayar gimana. Tapi sepertinya ada beberapa pihak yang ingin sok pahlawan yang bilang ngapain sih bayar. Sebetulnya yang mempersulit itu pemiliknya atau legal sih? Saya yakin pemiliknya nggak mau mempersulit, tinggal bayar saja," tegas Yuke.
Pencipta lagu legendaris era 70-an Bartje van Houten menilai sudah seharusnya Inul sebagai pemilik tempat karaoke dan sebagai musisi menghargai karya cipta seorang komposer lagu.
"Inul sebagai penyanyi harus menghargai para pencipta lagu," jelas Bartje.
Sementara kuasa hukum Inul Vista Anthony Hutapea menjelaskan bahwa perjanjian antara KCI dengan Inul Vizta adalah perjanjian global. Di mana tidak ada mekanisme resmi dalam pengaturan tarif royaliti per lagu karena pihak Inul Vizta sepakat memberikan Royaliti Rp 3,5 juta per outlet.
"Ada beberapa pencipta lagu yang sebagian bernaung di KCI. Jadi kita nggak hanya bayar ke KCI saja tapi juga ke organisiasi lain. Perjanjian ini dilakukan secara global. Di Indonesia tidak ada sistem yang dapat mengontrol sistem royaliti tersebut, dan KCI menetapkan Rp 3,5 juta per outlet," kata Anthony.
Anthony menambahkan, saat ini pihak Inul Vizta masih mengupayakan proses mediasi agar perkara ini tidak berlama-lama di pengadilan.
"Musyawarah lagi dicoba," jelasnya. Sidang ini akan dilanjutkan lagi pada 28 Maret dengan menghadirkan saksi dari pihak tergugat.
(asp/asp)