"Saya akan mengajukan kasasi, saya minta keadilan. Saya ingin pengadilan memeriksa kasus ini lebih cermat," kata pemilik CV Sumber Rejeki, Andi Johan kepada detikcom di rumahnya, Jumat (15/3/2013).
Dari depan, rumah berpagar ungu kusam tersebut terlihat kecil layaknya rumah biasa. Tetapi cukup luas di bagian dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdiri pada 2003, awalnya saya membikin usaha ini untuk membiayai anak saya sekolah," tuturnya.
Namun seiring waktu, usahanya pun sukses. Dari 15 karyawan kini mempunyai 60 orang yang membuat helm dengan dilabel INX. Di bengkel berukuran 3 kali lapangan badminton itu, 60 karyawan dibagi tugas, ada yang mengecat, pengepakan, menempelkan stiker, menjahit untuk menyatukan batok dan busa.
Mereka bekerja di bengkel yang ada di bagian belakang rumah pada siang hari. Satu helm dijual di pasaran kisaran Rp 110 ribu. Setengah harga dari kualitas helm yang sama dengan merek berbeda.
"Batok helmnya saya pesan ke luar. Pemasarannya ke Jawa Tengah," kisah Andi.
Meski namanya pabrik helm, tapi jangan dibayangkan sebuah industri pada umumnya. Yang terdengar hanya suara cat yang berdesir sehingga tetangga tidak terganggu. Atas jerih payahnya, helm INX mengantongi sertifikat merek dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Adapun sertifikat SNI dia dapat atas panduan Dinas Perdagangan DKI Jakarta. Pantas saja jika Andi sangat kaget CV nya kalah di pengadilan.
"Saya ikut di sini sejak Sumber Rejeki berdiri. Sudah 10 tahun," kata seorang karyawan, Indra (24).
Dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarata Pusat (PN Jakpus), Indra pun ikut khawatir. Sebab, sejak kasus ini muncul, order helm menurun drastis.
"Dulu sehari bisa produksi 1.000 helm per hari. Sekarang gara-gara kasus ini menjadi 400 helm per hari," kisah Indra yang bertugas memasang tali pengikat helm.
Pria asal Sumatera ini dibayar Rp 1.600 per helm. Dengan menurunnya omzet, dia pun pusing untuk bisa menyambung hidup sehari-hari. Harapannya, pengadilan memberikan solusi yang adil dalam kasus yan dialami UKM tempat dia bekerja.
"Semoga ada solusi yang baik dari pengadilan. Kalau melamar kerja lain harus butuh ijazah, ini kan bisa tanpa ijazah, rata-rata dari kami tidak punya ijazah. Sudah ada 3 karyawan yang pulang ke Jawa karena sepi order," tutur Indra.
(asp/mok)