Saat maju di Pileg 2009 lalu, Eko mengaku menghabiskan biaya Rp 575 juta untuk kampanye. Eko bersyukur biaya kampanyenya tidak membengkak hingga miliaran rupiah.
"Alhamdulilah ada berkah sosial, sudah ada keterkenalan masyarakat terhadap saya sehingga biayanya menjadi Rp 575 juta," tutur Eko saat dihubungi, Rabu (13/3/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia yakin untuk Pileg 2014, biaya kampanyenya bisa ditekan. "Sekarang saya sudah punya jaringan di masyarakat. Sudah banyak membantu mengkomunikasikan program mitra kerja di dapil, jadi mungkin lebih murah biayanya nanti," terangnya.
Bagi anggota Komisi X DPR ini, menyerap aspirasi masyarakat jadi hal penting agar kepercayaan pemilih tetap bertahan. Dia mengaku sukses menjembatani program pemerintah di bidang pendidikan dan pariwisata sesuai dengan tugasnya sebagai anggota dewan.
"Saya menjembatani program pemerintah misal desa wisata, saya membuka komunikasi lintas komisi soal dapil termasuk berkomunikasi dengan kepala daerah untuk memetakan persoalan dan solusinya," ujarnya.
Karena itu, Eko tidak lagi memprioritaskan alat peraga dalam pencalonannya. Bantuan yang sifatnya langsung kepada masyarakat, lebih diutamakan. "Kerja di dapil harus riil, seperti membuat jembatan, irigasi dan perbaikan jalan," kata dia.
Eko menyebut popularitas tidak menjadi jaminan untuk mendapat dukungan masyarakat. Caleg sebut dia harus paham dengan tugas kedewanan yakni legislasi, anggaran dan pengawasan.
"Calon harus juga mempunyai kemampuan leadership. Tidak saatnya lagi mengandalkan popularitas, bukan hanya sekadar ngetop. Tapi terjun langsung ke dapil," kata Eko.
(fdn/ndr)