"Ke depannya, saya harap pengadilan tidak malu-malu lagi. Apakah teleconference boleh atau tidak. Teknologinya juga murah," kata ketua majelis hakim Syamsul Arief kepada wartawan, Rabu (6/3/2013).
Penggunaan Skype dalam kasus yang ditanganinya digunakan setelah 3 kali sidang jaksa penuntut umum (JPU) tidak bisa menghadirkan saksi korban ke pengadilan. Padahal, saksi korban dalam kasus pemerkosaan dan diakhiri penusukan 4 kali di perut korban ini menjadi sangat vital. "Lalu saya putuskan untuk menggelar sidang teleconference," kisah Arief.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jarang dipakai proyektornya. Boleh dikata, kami malah yang pertama memakai proyektor itu," tutur Arief.
Karena hal baru maka mereka harus berjibaku menyambungkan internet-komputer-proyektor. Setelah tersambung, sidang pun dimulai. Saat tanya jawab, berkerumunlah para pihak di depan komputer untuk menanyakan kepada saksi korban. Dalam 2 jam persidangan, koneksi hanya terputus dua kali tetapi tidak mengganggu jalannya sidang.
"Untuk dokumentasi, kita menggunakan kamera dari BlackBerry seri biasa saja. Dengan keterbatasan semua ini, semua bisa kita akali yang terpenting bisa menggali kebenaran materil sidang. Sebab ada persidangan ketika saksi dinyatakan tidak bisa dihadirkan, majelis hakim iya-iya saja. Kami tidak mau seperti itu," terang Arief yang menyidangkan bersama hakim anggota Hendra Halomoan dan Ikha Tina ini.
Terobosan ini pun mendapat apresiasi Komisi Yudisial (KY). Dengan sarana seadanya, majelis hakim semaksimal mungkin menggali kebenaran di balik pemerkosaan sadis tersebut.
"KY sendiri melihat penggunaan informasi teknologi merupakan hal yang positif dan bermanfaat. Apalagi metode ini sebelumnya sudah pernah dilakukan juga dalam berbagai persidangan lain," ucap juru bicara KY, Asep Rahmat Fajar.
(asp/fdn)