Menurut Ny Rina, anak Soekardjo, ayahnya meninggal dunia pada hari Selasa (5/3/2013) sekitar pukul 11.00 WIB. Selama ini Soekardjo hanya berada di rumah karena sering sakit.
"Bapak akan dimakamkan besok hari Rabu (6/3/2013) pukul 13.00 WIB di makam dusun Gancahan," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasca Supersemar, dia menjalani hukuman penjara selama 14 tahun tanpa pengadilan dan berpindah-pindah di berbagai tempat. Sampai akhir hayatnya dia menuntut agar hak pensiun sebagai anggota TNI AD diberikan. Namun sampai dia meninggal hak tersebut belum berhasil.
Kesaksian Mbah Djito panggilan akrabnya itu telah dituliskan dalam buku berjudul "Mereka Menodong Bung Karno" diterbitkan oleh Galangpress pada tahun 2008. Akibat kesaksiannya pada tahun 1998 itu, Mbah Djito harus berurusan dengan polisi.
Diapun harus duduk menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta karena dituduh telah membuat polemik yang dapat menimbulkan keonaran atau keresahan masyarakat tentang keabsahan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang merupakan dokumen negara RI.
Meski dia divonis bersalah, putusan Mahkamah Agung (MA) RI No 800 K/Pid/2007 menyatakan bebas dan menolak kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam bukunya di halaman 159, menurutnya yang datang membawa naskah asli dengan stofmap warna merah jambu ke Istana Bogor adalah M Jusuf pada tanggal 11 Maret 1966 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari. M Jusuf bersama Amir Machmud, Basoeki Rachmat dan M Panggabean.
Namun kesaksian bahwa M Panggabean sempat menodongkan pistol dibantah oleh M Jusuf saat masih hidup sehingga Wilardjito diajukan sidang ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta. Dia baru mendapatkan putusan bebas dari MA pada tahun 2007.
(bgs/rmd)