Berawal dari minatnya membaca dalam mengisi waktu senggang di saat pekerjaan rumah rampung. Makin hari buku-buku bacaan itu kian menumpuk. Kemudian terbesit ide untuk menjadikan buku-buku itu tidak hanya pajangan rak saja, namun juga bermanfaat bagi orang lain.
Akhirnya, dia terpikir nasib teman-temannya yang ada di Victoria Park, sebuah taman yang kerap menjadi titik kumpul para buruh migran Indonesia di Hong Kong. "Itung-itung sambil kumpul sambil baca," kata perempuan asal Cilacap ini awal pekan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti dari buku-buku ini didiskusikan dengan teman-teman di sini, setelah mereka membaca. Kita diskusikan untuk melihat intisari dari buku itu," kata Endang.
"Pelajaran hidup tidak hanya didapatkan dari buku pelajaran sekolah, tapi juga pengalaman hidup orang lain," imbuh perempuan yang pernah bekerja di Singapura selama dua tahun ini.
Cara peminjaman perpustakaan mini yang dikelola Endang cukup sederhana. Mereka yang sudah tercatat sebagai anggota diperbolehkan meminjam maksimal 2 buku yang ada. Setiap peminjam tidak dipungut biaya sewa buku karena pengelola tidak mematok harga sewa setiap bukunya.
"Mereka hanya memberi infaq saja," tuturnya.
Bila ada pemasukan dari hasil sewa, Endang akan mencari buku-buku terbaru untuk menjadi koleksi perpustakaan mini yang dikelolanya bersama teman-temannya. Untuk mengetahui buku apa yang tengah laris dipasaran, Endang mengeceknya di situs-situs buku Indonesia dan memesannya untuk kemudian dikirimkan ke Hong Kong.
Tidak ada rak khusus untuk menampung buku-buku yang ada di perpustakaan. Mereka cukup menempatkan koleksi-koleksi buku tersebut di dua koper dan kereta dorong. Endang tidak membawa koleksi bukunya itu ke tempatnya bekerja, tapi menitipkan ke satpam taman dengan tarif HK$ 100 per bulannya.
(ahy/lh)