"Kritikan dalam laporan HRW tersebut terhadap Presiden SBY sangatlah tidak tepat," ujar Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah kepada detikcom, Kamis (28/2/2013).
Faizasyah mengatakan Presiden SBY tidak hanya sebatas menyampaikan keprihatinan dalam forum terbuka dan tertutup atas kasus-kasus intoleransi dan insiden-insiden kekerasan terhadap minoritas di Indonesia. Namun Presiden SBY juga menginstruksikan kementerian atau lembaga terkait untuk mengatasi secara konklusif peristiwa-peristiwa tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Faiz Inpres Nomor 2 / 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri juga menjadi bagian dari upaya mengatasi kasus-kasus dan insiden yang muncul melalui peran aktif langsung pejabat di wilayah atau tempat peristiwa tersebut.
"HRW juga mengkritisi instrumen hukum RI sebagai mendorong diskriminasi agama, seperti UU 1965 tentang penistaan agama (blasphemy law). Justru kasus-kasus penistaan agama yang mencuat di forum internasional membuktikan apabila tidak dikelola, termasuk melalui instrumen hukum, maka kasus penistaan tersebut justru menimbulkan gelombang aksi kekerasan yang masif," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan Organisasi HAM terkemuka Human Rights Watch (HRW) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menerapkan pendekatan "toleransi nol" atas serangan-serangan terhadap minoritas agama. Disebutkan HRW, serangan-serangan seperti itu meningkat di Indonesia.
Dalam laporan setebal 107 halaman, HRW yang berbasis di New York, Amerika Serikat itu, mengkritik SBY atas respons lemahnya terhadap intoleransi dan aksi kekerasan yang meningkat terhadap minoritas di Indonesia.
"Intoleransi beragama dan kekerasan terkait meningkat di Indonesia dan salah satu alasan mengapa itu meningkat adalah pemerintah gagal bertindak tegas untuk menghentikannya," cetus Wakil Direktur HRW Asia, Phelim Kine seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (28/2/2013).
(mpr/ahy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini