Neneng menangis karena kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) membuat dirinya menjadi jauh dengan ketiga anaknya yakni Muhammad Sultan Al Hakim (6), Syarief Hidayatullah (4), dan Malika Sahira (2,5 tahun).
Dia menceritakan anaknya pernah menelpon dirinya. "Tapi saya hanya bisa menjawab, mama belum bisa ketemu 'nak, sehingga keduanya menangis. Saya yakin majelis hakim juga punya keluarga. Sungguh pilu anak-anak menderita, saya mengetuk majelis hakim untuk memberikan keadilan yang seadil-adilnya," tutur Neneng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mengetuk hati majelis hakim untuk menyatakan saya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, memerintahkan JPU melepaskan dari rutan KPK, memerintahkan JPU mengembalikan nama baik saya," pinta Neneng.
Neneng dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Dia juga diminta membayar uang pengganti Rp 2,660 miliar.
Dalam proyek ini, Neneng sebut jaksa mengintervensi pejabat pembuat komitmen dalam penentuan pemenang lelang.
Neneng juga mengalihkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pemenang tender proyek kepada PT Sundaya dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengadaan dan pemasangan PLTS. Hal ini bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Untuk mengerjakan proyek ini PT Alfindo sebagai pemenang tender menerima pembayaran Rp 8,7 miliar. Uang sebesar Rp 5,5 miliar kemudian dibayarkan ke PT Sundaya sesuai nilai kontrak sebagai pengerja pengadaan. "Sehingga selisihnya Rp 2,7 miliar adalah kerugian keuangan negara," sebut jaksa.
(fdn/rmd)