"Saya tidak mengerti apa-apa tentang proyek PLTS yang dituduhkan kepada saya," kata Neneng membacakan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (21/2/2013).
Neneng menyebut dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK tidak berdasar fakta. Dia membantah telah mengintervensi pejabat Kemenakertrans dalam penentuan pemenang lelang proyek PLTS. "Saya tidak mengenal dan bertemu pejabat Kemenakertrans," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Neneng mengaku terpojok karena opini publik terkait persidangan di Pengadilan Tipikor yang diyakini harus diputus bersalah.
"Apa salah saya? Mengapa tim JPU tanpa dasar fakta hukum tetap menuntut saya sebagai orang bersalah?" gugat dia.
Neneng dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Dia juga diminta membayar uang pengganti Rp 2,660 miliar.
Di dalam surat tuntutan disebutkan, Neneng bersama Muhammad Nazaruddin, Marisi Matondang, Mindo Rosalina Manulang, Arifin Ahmad secara melawan hukum melakukan intervensi terhadap pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang pada kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS pada tahun 2008.
Selain itu, Neneng yang bekerja di PT Anugrah Nusantara ikut terlibat mengalihkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pemenang tender proyek kepada PT Sundaya dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengadaan dan pemasangan PLTS. Hal ini bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
(fdn/lh)