"Apabila diterapkan sistem ini, agak sulit menyentuh kalangan atas. Orang yang tinggal di Pondok Indah dan Menteng itu kan mobilnya banyak. Misalnya mereka punya 6 mobil, salah satunya ada yang pelat nopolnya ganjil-genap," kata Sutiyoso usai menghadiri acara diskusi "9 tahun busway" di Newseum Cafe, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2013).
Sutiyoso mengatakan, kalangan menengah juga bisa menghindar dari kebijakan ini. Hal ini disebabkan kalangan menengah biasanya memiliki dua mobil. "Apalagi kan bisa beli mobil lagi dengan pelat yang berbeda, misalnya ganjil-genap. Tidak perlu bagus yang penting kan naik mobil," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah yang kasihan ini kalangan bawah, misalnya ibu-ibu yang memiliki usaha katering ini membuat sulit. Karena pasti tersendat usahanya dengan diterapkan ganjil-genap ini. Kan perlu mengantar dengan kendaraan," kata eks Pangdam Jaya ini.
Mengenai pengawasan sistem ganjil-genap, menurut Sutiyoso, juga menjadi masalah. Hal ini disebabkan jika menggunakan CCTV hal ini akan sulit. "Kalau pakai CCTV, jutaan mobil apa bisa kelihatan pelat nopolnya? Nah ini jadi persoalan. Tapi kita lihat saja bisa diterapkan apa tidak, karena saya senang kalau diterapkan ini menguji teori saya benar apa tidak," kata gubernur Jakarta dua periode ini.
Sutiyoso mengaku saat menjadi gubernur dia pernah melakukan kajian mengenai sistem tersebut di Bogotta, Kolombia. "Sesuai kajian saya, kalau ganjil-genap diterapkan bisa mengurangi 40 persen kendaraan pribadi. Tapi di sana sudah memiliki transportasi massal yang representatif, sehingga kebijakan apa pun soal transportasi tidak masalah," katanya.
(nal/nrl)











































