Larangan tersebut termuat dalam pasal 13 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut, seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Negara, Rabu (9/1/2013).
Pasal 13
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Produk Tembakau selain Rokok putih mesin.
(3) Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor Produk Tembakau berupa Rokok putih mesin dengan Kemasan kurang dari 20 (dua puluh) batang dalam Kemasan sebagaimana dimaksud setiap pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana diuraikan dalam penjelasannya, pasal ini bertujuan untuk membuat harga rokok lebih mahal sehingga tidak terjangkau oleh konsumen. Makin mahal harganya, makin malas orang membeli merokok sehingga uangnya bisa dipakai untuk hal lain yang lebih menyehatkan.
Konsumsi rokok di Indonesia khususnya di kalangan rumah tangga berpenghasilan rendah memang memprihatinkan. Data yang dirilis Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menunjukkan anggaran beli rokok menempati urutan kedua setelah anggaran beli beras.
Padahal bagi keluarga miskin, pengeluaran untuk membeli rokok diperkirakan setara dengan 11 kali biaya membeli daging, 7 kali membeli buah-buahan, 6 kali membayar biaya pendidikan, 5 kali membeli susu dan telur dan 5 kali membayar biaya kesehatan.
"Pengeluaran untuk rokok hanya lebih kecil dari beras (makanan pokok). Pengeluaran untuk rokok mengorbankan biaya untuk kepentingan lain seperti kesehatan dan pendidikan," kata Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi FEUI seperti diberitakan detikcom sebelumnya.
(up/mad)