Peristiwa tragis bermula saat Warsi menitipkan pengasuhan Nonik kepada kakaknya, Wartini. Bocah ini sehari-hari diasuh Wartini karena Warsi bekerja di salah satu toko kelontong di Pasar Playen, sementara ayah korban bekerja di Semarang.
"Ibunya kan harus kerja. Tapi karena saya akan mencuci pakaian, Nonik saya bawa masuk rumah dan bermain dengan anak saya, Firzan (4). Setelah semua pintu saya tutup, saya kemudian mencuci di sumur depan rumah," kata Wartini sambil mengusap air mata di pipinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya cari keliling rumah dan sekitar rumah tetangga tapi hanya menemukan Firzan. Pas saya tanya dia bilang tidak tahu dan malah nangis," tambah Wartini.
Entah bagaimana kejadiannya, sekitar pukul 13.00 WIB tahu-tahu batita itu ditemukan Ngatiyem (65) terapung di sungai sekitar 1 km dari rumahnya. Warga Dusun Dengok III, Dengok, Playen yang berniat ke ladang itu awalnya mengira kepala yang menyembul di permukaan air hanyalah butiran kelapa.
"Kulo kinten klopo. Pas badhe kulo pendhet, jebule sirah bocah. (Awalnya saya kira kelapa. Tapi sewaktu akan saya ambil ternyata kepala bocah)," kata Ngatiyem.
Penemuan jasad bocah yang saat ditemukan berkaos tanpa lengan warna abu-abu dan bercelana pendek pink ini langsung menggegerkan warga kampung Dengok. Namun karena tak ada yang mengenali wajah si bocah, seorang warga berinisiatif melapor ke pihak kepolisian.
Beruntung, polisi sebelumnya mendengar kabar hilangnya Nonik sehingga bisa langsung menghubungi pihak keluarga.
"Berdasar identifikasi dan pemeriksaan medis, ada luka lebam di dahi. Tapi itu diduga karena terbentur sewaktu terjatuh. Korban meninggal murni karena tenggelam," kata Kasatresktrim Polres Gunungkidul AKP Suhadi.
Polisi menduga Nonik keluar lewat pintu belakang saat Wartini mencuci di depan rumah.
"Jarak rumah dengan sungai kan hanya sekitar 10 meter. Nah, anak-anak kan suka dengan air. Mungkin saat itu korban mendekat ke sungai dan akhirnya terjatuh," pungkas Suhadi.
(try/try)