Menurut Pengamat Transportasi dan Perkotaan Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, tanah di Jakarta sudah tidak mampu lagi menyerap air hujan karena mayoritas sudah ada bangunan di atasnya. Sistem drainase juga mengalami kelumpuhan.
"Kita gagal karena drainase tidak dibenahi. Seperti yang di Thamrin dan Sudirman, itu kan belum lama dibangun di era Pak Foke. Kok sekarang makin parah lagi. Berarti ada yang salah dengan perawatannya," ucap Yayat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, kontur tanah Jakarta lebih rendah dari permukaan laut. "Curah hujan 50-100 mm dengan durasi 3-5 jam saja Jakarta kebanjiran. Itu tanpa kiriman hujan dari Bogor.
Menurut Yayat, kondisi cuaca dengan hujan lebat, air yang tidak mengalir serta penyerapan air tanah yang tidak maksimal merupakan faktor utama timbulnya banjir di Jakarta. Tanah tidak dapat melakukan penyerapan air hujan secara maksimal karena sudah terlalu banyak bangunan yang berdiri di Jakarta.
"Misalnya air hujan yang turun 100, 100 nya tertuang ke drainase. Padahal drainasenya hanya cukup menampung 20%. Sisanya 80% jatuh ke jalan. Ya jadi banjir kan?" jelasnya.
Yayat mengusulkan agar Jakarta dibangun border untuk menampung air. Air drainase ditampung dalam satu tampungan kemudian dipompa ke sungai-sungai atau badan. Sebab menurut Yayat, banjir kanal saat ini masih kurang berfungsi optimal. "Meskipun ada banjir kanal, tetap saja Jakarta stag. Kali Sunter juga sudah disedot, namun masih saja ada genangan," keluhnya.
Meskipun demikian, Yayat menambahkan, apapun yang dibangun oleh pemerintah akan sia-sia jika tidak didukung oleh peran masyarakat. Salah satunya adalah dengan menjaga agar sistem drainase tetap lancar. "Masyarakat harus ikut menjaga drainase lancar, mematuhi lalu lintas dan jangan banyak memngeluh," pungkas Yayat.
(rmd/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini